7/29/2006

Ramai-Ramai Ke Kongres KNPI

Ke kongres KNPI? Siapa yang tidak mau. Apalagi kalau semua fasilitas ditanggung. Seperti diketahui tanggal 19-21 Desember mendatang memang akan dilaksanakan kongres KNPI di Jakarta.


Ke kongres KNPI? Siapa yang tidak mau. Apalagi kalau semua fasilitas ditanggung. Seperti diketahui tanggal 19-21 Desember mendatang memang akan dilaksanakan kongres KNPI di Jakarta.

Seperti priode-priode sebelumnya minat dari para aktivis KNPI untuk mengikutinya sangat tinggi. Tidak heran KNPI setiap daerah akan mengirim delegasinya dalam jumlah yang besar. Sebagai gambaran KNPI Sulteng telah memutuskan akan mengirim peserta lebih dari 70 orang. Ini tidak termasuk yang dikirim oleh pengurus di kabupaten dan kota. Bila ditambah dengan peserta dari kabupaten/kota tersebut pasti jumlahnya ratusan.

Konsekuensinya biaya yang digunakan pasti sangat besar. Cobalah dihitung biayanya. Ongkos transportasi pesawat Palu-Jakarta sekitar 1,2 juta. Dengan asumsi yang berangkat sekitar 70 orang berarti ongkos transportasi sekitar 84 juta, PP sekitar 168 juta. Itu baru ongkos transportasi. Dari mana uang tersebut? Tentu yang paling besar dari sumbangan pemerintah walaupun mungkin ada sejumlah individu yang menyumbang.

Terlepas dari itu, bagi ukuran sejumlah OKP dana sejumlah itu tentu sangat besar. Bila ada OKP yang protes pada pemerintah tentunya sangat beralasan. Betapa tidak, pemerintah dengan mudahnya memberikan sumbangan dana yang begitu besar pada KNPI. Sementara disisi lain OKP dengan segala kegiatannya sangat susah mendapatkan dana sebesar itu. Pada hal antara OKP dan KNPI adalah mitra yang sejajar.

Seharusnya yang lebih diprioritaskan untuk memperoleh dana pembinaan dari pemerintah adalah OKP karena OKPlah yang sebenarnya melakukan perkaderan generasi muda. Klaim KNPI sebagai laboratorium kader adalah tidak berdasar. Memang ada semacam perkaderan seperti studi regional atau lainnya, tapi itu tidak seketat yang dilakukan organisasi kemahasiswaan. Yang dirasakan KNPI lebih banyak melakukan intrik politik.

Sekarang coba kita bandingkan dengan biaya pelaksanaan Latihan Kader 1 (Basic Traning) HMI. Untuk HMI cabang Palu, setiap LK I dibutuhkan dana rata-rata sebesar 1,5 juta untuk 30 orang peserta. Andaikan dana sebanyak 168 juta dikonversi pada LK 1 maka berarti HMI mampu melasanakan perkaderan sebanyak 112 kali yang berarti juga sebanyak 3360 orang kader baru direkrut.

Selanjutnya bandingkan dengan efektivitas kegiatannya. Berdasarkan pengalaman mengikuti perhelatan organisasi semacam kongres, para perserta kebanyakan tidak serius dalam mengikuti setiap sesi acara. Mereka lebih banyak jalan-jalan atau sekedar ngobrol dengan sesama aktivis di luar. Maka tidak heran bila ruangan persidangan menjadi kosong karena sibuk dengan lobi-lobi di restoran-restoran dan hotel-hotel mewah.

Yang menjadi pusat perhatian selama kongres adalah pemilihan ketua umum. Kandidat ketua umum masing-masing berusaha menyediakan fasilitas yang terbaik bagi para peserta. Ini dimaksudkan untuk menarik simpati agar delegasi bersedia memilihnya. Bukan hanya itu sudah lazim apabila setiap kandidat menyediakan sejumlah dana transportasi bagi para peserta. Sekalipun pada esensinya jelas sebagai money politik namun untuk memperhalus penyebutan dana ini tidak disebut sebagai money politik tapi cost politik Bahkan tidak jarang kandidat ketua umum menyediakan preman untuk menekan peserta.

Dari sini dapat dinilai bahwa forum kongres tidak bisa diharapkan menjadi ajang pendidikan politik pemuda yang beradab. Karena tidak jarang para peserta menggunakan cara-cara politik primitif dengan menghalalkan segala macam cara seperti intimidasi, money politik dan sebagainya. Pilihan politik bukan atas dasar visi yang cerdas tapi atas faktor-faktor yang sifatnya primordial dan materi. Dengan sendirinya peserta yang ikut tidak memperoleh nilai tambah. Justru para peserta hanya melampiaskan syahwat politiknya dan syahwat lain yang jauh dari idealisme pemuda.

Hal tersebut berlawanan secara diametral dengan Latihan Kader HMI. Para peserta degembleng selama khusus selama 5 hari. Kepadanya diberikan materi-materi yang bertumpu pada 3 aspek yakni, afektif, kognitif dan psikomotorik. Intinya adalah menanamkam proses ideologisasi terhadap kader.

Sejauh ini HMI sukses melakukan itu. Bahkan bisa dikatakan organisasi sipil yang paling sukses melakukan ideologisasi adalah HMI. Buktinya bisa dilihat dari alumninya. Walaupun spektrum ideologi alumni HMI sangat luas dan beragam, ada radikal, fundamentalis, moderat bahkan pada sisi-sisi tertentu sangat liberal dan sekuler namun semua masih tetap mengaku sebagai alumni HMI.

Sebenarnya ada contoh penggunaan dana yang sangat efektif dari seorang aktivis pada zamannya. Almarhum Nurcholish Madjid pada waktu menjabat ketua umum PB HMI pernah diundang berkunjung ke Amerika Serikat. Dia diundang karena Duta besar Amerika Serikat menjuluki HMI pada saat itu sebagai the most powerfull student organisation in Indonesia. Disamping itu pemerintah Amerika ingin memperlihatkan kepada Nurcholish Madjid apa yang menjadi sasaran kebenciannya selama ini.

Pada kunjungan tersebut segala biaya ditanggung oleh pemerintah Amerika Serikat. Setelah kunjungannya Amerika selesai dia melanjutkan ke negara-negara Timur Tengah. Biaya kunjungannya ini diperoleh dari sisa dari biaya kunjungan ke Amerika Serikat. Di Timur Tengah dia berhasil berdialog dengan tokoh-tokoh pergerakan Islam.

Fakta-fakta yang dijumpainya di Timur Tengah itulah yang berhasil mempengaruhi pemikiran keislamannya kemudian. Sepulangnya di Indonesia, dia kemudian menuliskannya dalam sebuah paper. Pada saat Kongres Malang, paper ini-setelah disempurnakan-berhasil ditetapkan menjadi dokumen organisasi yang paling penting di HMI. Itulah yang dikenal sebagai Nilai Dasar Perjuangan atau Nilai Identitas Kader (NDP/NIK). NDP kemudian menjadi semacam doktrin ideologi HMI sampai saat ini.

Bila para aktivis KNPI dalam setiap keikutsertannya dalam forum semacam kongres bila berhasil membawa pulang pikiran-pikiran baru, tentu sangat baik. Baik bagi dirinya maupun baik bagi masyarakat secara keseluruhan. Sayang sekali belum ada yang dedikasi demikian. Bahkan sebaliknya kebanyakan peserta hanya meninggalkan cerita kemewahan hotel yang menjadi tempat menginapnya atau cerita restauran tempat makan yang mewah bersama para kandidat.

Tentu membandingkan kongres dengan Basic Traning HMI adalah suatu hal yang tidak memadai. Karena bagaimanapun forum kongres merupakan pusat interaksi politik tertinggi secara nasional ditingkat kepemudaan. Dalam hal ini saya hanya ingin menunjukkan bahwa sebenarnya ada yang program OKP yang harus menjadi prioritas untuk mendapatkan dana bantuan dari pemerintah. Jelasnya saya ingin mengatakan untuk apa mengirim delegasi peserta sebanyak itu kalau hanya dijadikan sebagai ajang kunjungan wisata ke Jakarta.

Tentu masih banyak program yang sama dari organisasi lain yang serupa sehingga perlu mendapat prioritas bantuan. HMI saya jadikan contoh karena kebetulan saya mengenal betul organisasi ini.
Jangan sampai KNPI dituduh seperti para pejabat pemerintah dan legislatif yang gemar melakukan studi banding yang hanya dipergunakan sebagai ajang kunjungan wisata. Bila demikian halnya, pemuda hasil didikan KNPI tidak bisa diharapkan sebagai creative minority.Wallahu A'lam

0 komentar:

  © Blogger template 'Perhentian' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP