7/29/2006

Menggapai Kearifan Sidrat Al- Muntaha

Sudah menjadi keyakinan kita bahwa Allah menurunkan ilmu kepada manusia hanyalah sedikit. Manusia tidak mungkin dapat mengetahui segala apa yang menjadi tujuan dan makna peristiwa-peristiwa yang terjadi baik pada dahulu kala maupun saat ini.
Sudah menjadi keyakinan kita bahwa Allah menurunkan ilmu kepada manusia hanyalah sedikit. Manusia tidak mungkin dapat mengetahui segala apa yang menjadi tujuan dan makna peristiwa-peristiwa yang terjadi baik pada dahulu kala maupun saat ini.

Begitupun peristiwa Isra dan Mi'raj yang bulan ini peringati oleh umat islam. Meskipun dengan pengetahuan yang serba sedikit itu kita harus tetap mencari makna di balik peristiwa tersebut. Dengan harapan kita memperoleh hikmah spiritual sehingga kita bisa lebih takwa kepada Allah.

Peristiwa Isra' Mi'raj disebutkan dalam ayat Alqur'an Surah Bani Israil yang terjemahannya sebagai berikut, "Maha suci Allah, yang telah memperjalnkan hamban-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar la Maha Melihat"(Q 17:1).

Sebagaimana yang dituturkan oleh seorang ulama, ayat di atas baru menerangkan peristiwa Isra' yang berdimensi horizontal. Jadi belum peristiwa Mi'raj yang bersifat vertikal.

Rasanya rangkaian peristiwa sejarah Isra Mi'raj sudah sering diungkapkan oleh para ulama sehingga tidak perlu lagi diulang di sini. Namun dalam kesempatan ini saya ingin mengulang beberapa pandangan berkenaan dengan Sidrat al- Muntaha.

Sebagaimana dimaklumi, tujuan akhir dari perjalanan nabi adalah mencapai Sidrat al- Muntaha. Tentang hakekat Sidrat al- Muntaha sendiri tidak ada manusia yang mengetahui. Meskipun begitu, para ulama dengan pengetahuan yang dimilikinya yang terutama didasarkan pada segi bahasa ada memberikan penafsiran.

Berkenaan dengan Sidrat al- Muntaha tersebut penjelasan Nurcholish Madjid sangat menarik. Dalam buku Pintu-Pintu Menuju Tuhan, Nurcholish Madjid dengan mengutif Muhammad Asad seorang penerjemah Alqur'an dalam bahasa Inggris dan penafsir dengan menggunakan bahan-bahan kitab tafsir klasik, menerjemahkan Sidrat-al Muntaha dengan "lote-tree of the farthest limit"( pohon lotus pada batas yang terjauh). Pohon lotus adalah pohon teratai atau seroja dalam bahasa Indonesia.

Menurut Nurcholish Madjid, yang lebih daripada arti harfiah kata-kata itu ialah makna simboliknya. Nurcholish Madjid mengatakan, pohon lotus padang pasir seperti yang terdapat di kawasan Timur Tengah, sudah sejak Zaman Mesir Kuno dianggap sebagai lambang kebajikan (wisdom). Maka sebagaimana diterangkan para ahli tafsir, Sidrat-al Muntaha adalah lambang kebajikan tertinggi dan terakhir yang dapat dicapai oleh manusia pilihan, yang tidak teratasi lagi, karena tidak ada kebijakan yang lebih tinggi dari itu.

Jadi jika Nabi Saw telah sampai ke Sidrat al- Muntaha, artinya ialah Nabi telah mencapai kebajikan atau wisdom yang tertinggi yang pernah dikaruniakan Tuhan kepada hamba atau makhluk-Nya. Demikian Kesimpulan Nurcholish Madjid tentang Sidrat-al Muntaha.

Makna simbolik lain pohon Sidrah menurut Nurcholish Madjid selanjutnya ialah kerindangan atau keteduhan, jadi melambangkan kedamaian dan ketenangan. Dalam kitab suci terdapat keterangan di akhirat tempat kediaman orang-orang yang baik, yang disebut sebagai "golongan kanan" (dalam arti Qur'ani, yaitu Ashab al- Yamin) ialah kediaman yang antara lain mempunyai pohon sidr yang berbuah lebat ( QS.al-Waqi'ah/56:28).

Maka ketika Nabi Saw telah sampai ke sidratal- Muntaha, berarti beliau telah mencapai tingkat kedamaian, ketenangan dan kemantapan batin yang tertinggi, yang tidak didapat oleh siapapun yang lain. Karena itu sesudah mengalami Isra' dan Mi'raj Nabi semakin mantap dalam perjuangan beliau, kemudian beliau mencapai kemenangan demi kemenangan, yaitu setelah berhijrah ke Yastrib ( Madinah), demikian simpul Nurcholis Madjid atas tafsirannya terhadap Sidrat Al- Muntaha.

Apa yang dapat kita tarik terhadap tafsir tersebut? Ternyata untuk memiliki suatu kearifan diperlukan sebuah perjuangan spiritual yang sangat tinggi. Keberhasilan Nabi dalam mencapai kearifan yang paling tinggi merupakan hasil bimbingan langsung dari Tuhan.

Kearifan sebagai nilai tertinggi yang diperoleh nabi mungkin sepadan dengan istilah kecerdasan spiritual saat ini. Kecerdasan spiritual sebagaimana yang dibuktikan para ahli merupakan satu dari tiga kecerdasan manusia untuk menjamin kesuksesan hidupnya.

Kearifan merupakan suatu landasan moral kehidupan. Ia juga sebagai manifestasi dari kebenaran. Orang yang arif adalah orang yang senantiasa membangun komunikasi antara sesama manusia dengan landasan iman yang bersifat humanistik. Tidak ada perasaan chaos dalam hatinya. Sebaliknya hatinya penuh dengan cosmos yang harmoni. Ia juga sebagai pribadi yang tidak mengalami split of personality. Singkatnya pribadi yang arif adalah pribadi yang damai dan mendamaikan. Itulah pribadi yang utuh seperti kepribadian yang dicontohkan nabi.

Bangsa kita masih saja diliputi oleh berbagai masalah. Misalnya saja sejumlah masalah ekonomi kini tengah melanda lagi. Resep penyelesaian berbagai masalah selalu saja mengutamakan pendekatan teknis yang kering dengan nilai spiritual. Ini memang menjadi penyelesaian ala modern sekuler yang terbukti gagal.

Saatnya kita mencontoh nabi dalam menyelesaikan setiap masalah. Beliau senantiasa melakukan pendekatan teknis yang basic value-nya dari ajaran agama. Nabi ternyata sukses besar dalam melaksanakan tugasnya sebagai rasul maupun sebagai manusia. Buktinya berbagai pengakuan akademis memberikan pengakuan terhadap kesuksesan beliau.

Meskipun Sidrat-al Muntaha tidak mungkin dicapai oleh manusia biasa, sejatinya sebagai manusia yang beriman proses mencari Sidrat-al Muntaha tidak berhenti. Yakni kita harus mencari sebuah kearifan tertinggi yang bisa kita capai.sebagai jalan menuju kebenaran Itulah pribadi takwa.
Kepada Allah jualah tempat kita menyandarkan doa, agar kita ditunjukkan jalan yang lurus yaitu jalan yang penuh nikmat dan bukan jalan bagi orang-orang yang tersesat. Amin. Wallahu A'lam.

Selengkapnya!

0 komentar:

  © Blogger template 'Perhentian' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP