12/08/2009

Kepemimpinan Golkar Sulteng: Perpaduan Modernisasi dan Karakter Kuat

Pengamat politik DR.Ikrar Nusa Bakti memberikan hipotesisnya bahwa Golkar merupakan satu satunya partai politik yang memiliki kans terbesar dalam mengembangkan demokrasi di tengah kemajemukan masyarakat Indonesia. Namun,jika Golkar terjerembab pada pendekatan patron-client relationship antara pengurus pusat dan daerah, serta di dalam jajaran organisasi Golkar di pusat dan daerah, partai ini tidak akan mampu menjadikan para pengurusnya sebagai kekuatan politik yang mandiri, juga menyatu dalam visi dan misi partai ke depa


Bagi saya hipotesis ini sudah jamak diketahui oleh fungsionaris Partai Golkar. Paling tidak isu ini sudah ada sejak Munas luar biasa tahun 1998. Hanya saja berdasarkan pengamatan dari dalam, sampai saat ini partai ini belum melaksanakannya secara maksimal. Hal ini didasari pada fakta masih banyaknya kebijakan partai sangat dipengaruhi oleh kepentingan ketua umum dan para pengurusnya. Sehingga banyak kader ditingkat nasional dan daerah yang mempunyai kompetensi dan track record baik selama di partai tidak dimasukkan sebagai pengurus. Dampaknya terlihat pada fungsi yang tidak berjalan secara optimal. Padahal dalam era multi partai saat ini dibutuhkan kader militan, ideologis dan cakap untuk memenangkan kompetisi politik yang sangat keras.

Faktor inilah yang menjadi salah satu kelemahan mendasar partai ini dalam lima tahun terakhir ini. Karena itu dalam pola kepemimpinan Partai Golkar ke depan harus memberikan warna yang berbasis pada keinginan, kebutuhan dan kesejahteraan rakyat. Bersamaan dengan itu Partai Golkar harus ke depan harus tampak sebagai partai modern, tetapi tetap juga memiliki tokoh-tokoh yang berintegritas dan berkarakter kuat.

Modernisasi Partai

Modernisasi partai diterjemahkan pada perangkat keras dan perangkat lunaknya. Misalnya pada perangkat lunak, dibutuhkan sistem rekrutmen kepengurusan yang tegas dan teratur yang bertujuan mencegah terjadinya bias kepentingan pribadi. Pada level pimpinan puncak di semua jenjang, hal ini akan menghindari ketergantungan yang bersifat patron client sehingga partai dapat berjalan pada mekanisme yang seharusnya. Sedangkan pada perangkat kerasnya, modernisasi partai dimanjakan dengan tersedianya sarana yang memadai dalam menjalankan semua program.

Modernisasi bisa juga ditampilkan melalui kader yang mempunyai ilmu pengetahuan dan pengalaman yang memadai sehingga dalam menjalankan kepentingan rakyat senantiasa berdasar pada logika pengetahuan dan rasionalitas. Hal ini sangat penting karena seringkali program pembangunan didominasi oleh kepentingan politik semata. Maka keseluruhan performa partai harus ditampakkan pada adanya budaya demokratis dalam pengambilan keputusan. Dalam konteks Musda dapat terlihat berupa terwujudnya sikap legowo bagi kader yang “kalah”. Demikian juga pihak yang “menang” harus bersedia mengakomodasi pihak yang “kalah” sehingga sinergitas dan kohesivitas partai dapat terjaga dengan baik.

Tokoh Yang Berintegritas Kuat

Modernisasi partai tersebut harus ditopang oleh sejumlah figur yang berpandangan modern. Dalam arti figur tersebut mampu memberikan corak kemoderenan dalam kepemimpinannya. Pada point inilah pencitraan partai maupun pemimpinnya sangat penting untuk menarik simpati rakyat. Karena itu citra harus mampu ditampilkan secara terus-menerus dan berkesinambungan pada rakyat. Tetapi citra yang disiarkan itu merupakan citra yang sebenarnya dan bukan citra artifisial. Mengamati beberapa pilkada maupun pilpres yang lalu, ada kecenderungan citra tokoh bisa dibentuk sesuai dengan keinginan. Partai Golkar harus menghindari pola pencitraan yang demikian. Seluruh komponen Partai Golkar harus mencitrakan diri secara alami, bukan hasil manufactured perusahaan pencitraan semata. Hanya pencitraan yang demikianlah yang akan dipercaya rakyat di masa depan. Ringkasnya partai Golkar harus menampilkan tokoh yang mempunyai karakter kuat. Dalam istilah lain tokoh ini harus bersifat autentik.

Sesuai dengan kebutuhan pencitraan di atas maka Partai Golkar selayaknya memberikan porsi pada tokoh-tokoh yang mempunyai kompentensi dibidangnya masing-masing. Pada pucuk pimpinan, sejatinya Partai Golkar mengandalkan pemimpin yang sudah teruji kapasitas kepemimpinannya. Hal ini bisa ditunjukkan sebagai pemimpin partai atau pemimpin pemerintahan pada level nasional dan daerah. Dengan demikian ia sudah teruji dan sudah terbukti secara politik sehingga diharapkan mampu menyusun kerangka perencanaan yang komprehensif dan visioner yang sesuai dengan kebutuhan rakyat di wilayahnya. Hanya kepemimpinan visioner yang demikianlah yang bisa berjalan secara efektif dan efisien sehingga mampu adaptif terhadap perubahan setting social yang melingkupinya secara tepat dan cepat.

Bagaimana Golkar Sulteng?

Sejak dahulu wilayah Sulawesi Tengah merupakan salah satu basis pemilih tradisional Partai Golkar. Fakta ini harus terus-menerus dipertahankan dan ditingkatkan oleh siapapun yang akan menjadi pemimpin partai di depan. Tentunya diperlukan usaha yang sungguh-sungguh bagi seluruh kader untuk mengerti kemauan dan kebutuhan rakyat di Sulawesi Tengah. Dalam konteks pemilu maupun pilkada, saatnya para kader Partai Golkar Sulawesi Tengah tidak lagi dimanjakan oleh istilah pemilih tradisional tetapi harus mampu menarik sebagian besar rakyat secara rasional untuk dapat memilih figur dan Partai Golkar.

Dalam pengamatan saya, banyak tokoh Partai Golkar di Sulawesi Tengah yang mampu mengemban amanah yang mempunyai kedekatan ciri seperti yang dijelaskan secara ringkas di atas. Dalam hal ini kita percayakan saja pada Musda VIII yang akan berlangsung dari tanggal 5-7 Desember 2009. Tetapi saya mau mengajak semua kader untuk memperluas horizon pandangan dalam menyikapi isu ini untuk kejayaan partai Golkar di masa depan. Wallahu A’lam.

Read More..

12/03/2009

Catatan atas Pelarangan Film Balibo Five

Film Balibo Five dilarang diputar oleh Lembaga Sensor Film pada festival film di jakarta. Alasannya seperti yang dikemukakan oleh pihak departemen luar negeri adalah berpotensi mengganggu hubungan Ilndonesia-Australia. Seperti diketahui film ini menceritakan peristiwa terbunuhnya beberapa orang wartawan internasional ketika meliput proses integrasi di Timor-timur tahun 1975. Sumber masalahnya adalah ketika dikisahkan, penyebab tewasnya wartawan itu karena dibunuh oleh Tentara Indonesia. Padahal menurut versi pemerintah Indonesia penyebab tewasnya para wartawan itu bukan karena sengaja dibunuh tapi karena kecelakaan saja (terjebak) sewaktu mereka sedang meliput.

Segera setelah pelarangan ini beberapa aktivis Ham maupun pembuat film di indonesia memberikan kecamannya. Film adalah salah satu bentuk karya seni sebagaimana juga teater,puisi,seni lukis dan seterusnya. Dalam membuat karya seni pembuatnya pasti mempunyai latarbelakang atau hasil perenungan. Latarbelakang inilah yang biasa bersinggungan dengan kehidupan sosial ataupun sejarah. Tidak jarang hasilnya kemudian dianggap sebagai sesuatu yang membahayakan. Berbeda dengan karya seni yang l ain, film ataupun media gambar bergerak yang lain termasuk karya seni yang memang berpotensi besar dalam mempengaruhi persepsi masyarakat.

Hal ini karena bahasa gambar lebih mudah dicerna dan dimengerti. Karena itu wajar apabila film balibo five ini sangat mengkuatirkan pemerintah Indonesia. Disamping karena menyajikan ‘fakta baru’ dari yang selama ini diketahui film ini juga bisa menimbulkan persepsi negatif bagi tentara dan pemerintah indonesia. Maka kemudian perdebatannya masuk pada kebebasan ekspresi seni yang dijamin oleh sistim demokrasi dengan isu politik.

Kembali pada soal pemutaran film itu sejatinya tidak perlu ada usaha untuk melarang. Pemerintah tidak perlu takut apabila fakta yang benar seperti yang selama ini diyakini. bagaimanapun setiap usaha pelarangan yang berkaitan dengan peristiwa politik masa lalu pasti tidak disenangi rakyat. Dialam demokrasi s aat ini telah terbentuk mindset keterbukaan bagi seluruh rakyat. Khusus peristiwa politik masa lalu harusnya semua dibuka secara terang benderang agar ini m enjadi pelajaran sejarah yang baik bagi bangsa. Kalau kemudian masih ada fakta lain yang ditutupi ini artinya masyakat memang diajarkan untuk tidak jujur dan akhirnya menjadi topik yang tidak berkesudahan seperti peristiwa G 30 S PKI.

Read More..

7/17/2009

Menangkap Pesan Pelaku Teror

Pagi ini kembali kita dikejutkan dengan adanya ledakan yang terjadi Hotel Mariot dan Ritz carlton Jakarta. Informasi dari kompas.com, saat ini sudah 6 orang yang tewas. Sejauh ini aparat keamanan belum berani menyimpulkan penyebab ledakan itu.

Kalaulah ledakan ini bersumber dari bom tentu ini pekerjaan dari teroris. Dugaan bahwa yang melakukan ledakan itu adalah teroris telah melekat kuat dibenak publik. Misalnya, posting pertama dari Pepih Nugraha di Kompasiana tehadap ledakan itu.

Dalam Tulisan itu dipertanyakan, apa pesan dari adanya ledakan itu? Bagi dia, pesannya sederhana bahwa teroris masih ada di Indonesia dan kapanpun bisa membuat ledakan serupa.

Kalau demikian, kita patut mempertanyakan kerja aparat keamanan selama ini. Dengan adanya ledakan ini kita menilai masih ada beberapa aspek yang patut diselesaikan oleh pihak keamanan misalnya penangkapan Nurdin M.Top yang dipercaya sebagai otak terorisme di indonesia.

Tetapi supaya lebih berimbang kita harus juga mengakui beberapa keberhasilan yang telah dilakukan. Misalnya penangkapan sejumlah pihak yang dituduh terlibat kegiatan terorisme di Indonesia. Bahkan Dr.Azhari yang dituduh sebagai otak terorisme itu telah menemui ajalanya dalam sebuah penyergapan di Malang november 2005.

Harus diakui pekerjaan memerangi terorisme bukanlah pekerjaan yang gampang. Amerika pun tampaknya sudah kewalahan. Padahal perang terhadap terorisme ini sudah dilakukan minimal sejak runtuhnya world trade center di New York. Bahkan dalam masa kepemimpinan Presiden Bush, perang melawan terorisme menjadi isu yang utama. Hasilnya belum maksimal. Karena itu Pemerintahan Obama melakukan beberapa perubahan dalam pemberantasan terorisme global.

Maka, mungkin perlu strategi baru lagi dalam memerangi terorisme ini. Katakanlah bukan lagi memakai perang dan sejenisnya tetapi dilakukan dengan pendekatan yang lebih manusiawi terhadap pelaku terorisme. Karena bagaimanapaun pelaku teror itupun adalah manusia juga. Salah satu sebab banyaknya pelaku teror yang “menyerah”di Poso adalah karena pendekatan kemanusian yang berhasil. Begitu juga di Aceh. Dan Pak Jusuf Kalla telah melakukan ini dengan baik.

Bagaimana caranya? Seperti yang dikatakan Pepih Nugraha, bahwa pelakunya pastilah membawa pesan yang ingin disampaikan. Nah, pesan itulah yang harus kita mengerti dulu. Dengan kata lain casus belli-nya dulu yang diselesaikan. Kalaulah pesannya sudah dimengerti niscaya pelaku teror akan mudah dicarikan kesepakatan-kesepakatan yang lebih adil. Wallhu A’lam.

Read More..

7/14/2009

"Untuk Apa Pilpres Bagi Saya?"

Pertanyaan yang seperti di atas sering saya jumpai ketika saya menjalankan peran sebagai politisi maupun sebagai tim sukses salah seorang calon presiden. Pertanyaan itu disertai dengan argumen, Toh, siapa pun yang terpilih tidak akan berdampak sama saya. Calon A,B,C tidak akan merubah hidup saya. Saya tetap begini-begini saja. Paling-paling mereka (calon itu) hanya mengurus diri mereka sendiri.

Rasa pesimisme ini kemudian lebih dalam lagi bila kita menjelaskan tentang demokrasi. Bagi masyarakat seperti ini demokrasi bukanlah sebuah persoalan penting. Demokrasi hanya merupakan jargon. Yang penting bagi mereka adalah bagaimana memenuhi kebutuhan hidupnya secara ekonomi.

Fakta bahwa masih banyak masyarakat kita tidak mengetahui fungsi demokrasi adalah hal nyata. Bahkan, jangankan fungsi, hakekat atau prinsip-prinsip demokrasi, kata demokrasi sendiri pun belum diketahui artinya.

Inilah juga agenda yang mendesak bagi para pemimpin politik saat ini. Yakni bagaimana memberikan pemahaman yang nyata kepada masyarakat bahwa demokrasi itu dapat mempengaruhi kehidupannya sehari-hari.

Sehingga pada urutannya rakyat dengan kesadaran penuh akan berbondong-berbondong memberikan suaranya dalam suatu pemilihan umum.

Bukan hanya itu, hal ini akan mendorong rakyat memberikan suaranya pada calon yang betul-betul sesuai dengan kepentingannya. Bila ini terjadi maka kita tidak perlu takut terhadap politik pencitraan yang berlebihan karena pasti rakyat tidak akan terpengaruh.

Kebutuhan Demokrasi

Rakyat pada hakekatnya membutuhkan demokrasi. Cuma persoalannya rakyat tidak mengetahui untuk apa demokrasi bagi mereka. Untuk apa ada pemilihan umum, pemilihan presiden atau pilkada. Mengapa harus memilih kandidat A, B atau C dan seterusnya.

Peruntukan demokrasi untuk rakyat haruslah sesuai dengan kebutuhannya. Bila masyarakat disuatu tempat terlibat masalah konflik dan kekerasan, maka para politisi harusnya menjelaskan bahwa demokrasi itu akan mendatangkan rasa aman dan damai.

Demokrasi diperlukan karena sistem ini bisa menegakkan stabilitas sosial, menciptakan ketentraman dan membawa rasa aman.

Demokrasi bukan saja membuat masyarakat mampu mempertahankan dirinya terhadap ancaman yang datang dari luar, tapi juga membina hubungan yang damai antar sesama warga. Kemudian calon itu harus bisa menjelaskan programnya dengan bahasa yang dimengerti oleh rakyat.

Lain lagi bila rakyat membutuhkan kehidupan ekonomi yang meningkat. Demokrasi pun diperlukan pada konteks ini. Dapat dijelaskan bahwa demokrasi adalah sistem atau cara yang paling baik untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya karena dalam demokrasi akan berlaku persaingan yang sehat dan adil.

Dalam demokrasi semua orang dilidungi haknya, diberikan porsi yang adil untuk kepentingannya dan yang tertindas akan diberikan pemihakan yang tidak bertentangan dengan kepentingan orang lain sehingga ada keadilan.

Yang ingin saya katakan pada poin ini adalah para politisi harus mampu menjelaskan apa fungsi demokrasi itu bagi pemilihnya sehingga harus dia yang dipilih dan bukannya calon yang lain.

Demokrasi adalah Tujuan Sekaligus Cara

Demokrasi menurut Ignas Kleden harus dimaknai secara utuh, yakni Demokrasi sebagai nilai-nilai universal, Demokrasi sebagai mekanisme dan prosedur, dan demokrasi sebagai tujuan (kesejahteraan, kebebasan/kebersamaan, keadilan).

Karena demokrasi tidak hanya sebagai alat tetapi juga sebagai tujuan maka negara tidak boleh kembali kepada kepemimpinan otoriter apabila demokrasi tidak bisa menyejahterakan masyarakat. Maka tiga komponen di atas harus diterapkan dalam satu negara yang menerapkan sistem demokrasi.

Dengan kata lain demokrasi mengandung subtansi nilai dan bagaimana nilai itu dimplementasikan pada kehidupan. Disnilah para politisi itu dituntut perannya secara serius dalam menjalankan amanah rakyat yang diberikan tanggungjawab kepada mereka. Sebaliknya rakyat pun harus taat pada kaedah-kaedah dan aturan main yang disepakati dalam bernegara.

Demokrasi memiliki nilai pluralisme, keadilan, kesetaraan, keterbukaan. Sejumlah nilai ini hanya bisa dijalankan secara efektif pelaku-pelaku demokrasi itu juga menghayati nilai-nilai tadi.

Adagium The end justifies the mean, tujuan menghalalkan segala, adalah pelanggaran hakekat demokrasi.

Jadi menjalankan demokrasi haruslah sesuai hakekat (subtansial) dengan proseduralnya (cara). Hanya dengan begitu kehidupan demokrasi akan diyakini rakyat berguna bagi kehidupannya sehari-hari.

Read More..

Golkar sebaiknya bagaimana?

Dua hajatan politik nasional tahun ini, Partai Golkar gagal. Pada Pemilu legislatif, posisi Partai Golkar hanya di peringkat dua dibawah Partai Demokrat dengan beda prosentase kekalahan yang besar (6%). Sementara pada Pilpres, calon yang diusungnya kalah telak, hanya menduduki posisi tiga dengan perolehan suara 11-12% (Hasil Quick Count).

Dengan posisi itu, kini Partai Golkar bingung menentukan sikap, apakah opisisi ataukah berusaha untuk masuk lagi pada pemerintahan? Ketua DPD Partai Golkar Yogyakarta ,Sultan Hamengku Buwono, menyarankan Partai Golkar sebaiknya beroposisi. Kader lain Yuddy Chrisnandy atau Muladi mengatakan Partai Gokar tidak punya tradisi oposisi.

Tarik menarik menarik dua posisi ini akan menarik untuk disimak ke depan. Tampaknya yang menentukan ke depan mau kemana Partai yang telah memiliki Paradigma Baru ini adalah Musyawarah Nasional (Munas) yang di jadwalkan Oktober.

Tapi ada juga pihak yang menyarakankan bahwa Munas sebenarnya harus dipercepat. Pendapat ini disuarakan oleh mantan Ketua Umum Akbar Tandjung dan Fadel Muhammad. Ketua Umum Jusuf Kalla sendiri pernah menyatakan bahwa bila tidak terpilih sebagai Presiden ia setuju akan diadakan Munas dipercepat.

Kandidat kuat yang akan memperebutkan poisisi ketua umum sudah dilansir ke publik. Sampai saat ini dua nama yang mengkristal yaitu Abu Risal Bakrie dan Surya Paloh.

Nah, bagaimana sebaiknya Partai Golkar memposisikan dirinya dalam konstalasi politik nasional saat ini? Apakah beropisisi atau kembali memperkuat pemerintahan terpilih?

Masing-masing kubu punya argumentasi. Bagi yang setuju beroposisi mengatakan bahwa, pilihan opisisilah yang paling realistis. Hal ini sebagai konsekuensi dari kekalahan pada pilpres. Sementara kubu yang senang dengan pemerintah mengatakan bahwa yang paling baik adalah ikut bersama dengan pemerintah karena Partai Golkar tidak punya tradisi oposisi di pemerintahan.

Bagi elit Partai Golkar memang serba susah memposisikan Partai Golkar ditengah konstelasi politik nasional paska pilpres ini. Semua serba dilematis. Bila Golkar oposisi, maka siap-siaplah para elitnya “menderita". Menderita karena beroposisi memang hal baru bagi partai Golkar.

Dalam sejarahnya Partai Golkar selalu ikut pemerintahan termasuk pada masa reformasi ini. Karena itu bagi elit yang tidak terbiasa berpisah dengan "induk semangya" pemerintah tentulah hal ini terasa sulit. Apalagi kalau para elit itu masih punya kepentingan yang besar pada pemerintah.

Dilain pihak, ikut bersama dengan pemerintah pasti menimbulkan resistensi yang kuat bagi rakyat. Rakyat akan menilai bahwa Partai Golkar memang tidak punya komitmen ideologis. Yang dibangun adalah kepentingan pragmatis yang berjangka pendek. Mungkin juga akan dicap sebagai Partai oportunis.

Bagi saya, posisi sebagai oposisi adalah hal yang ideal. Karena dengan beroposisi Partai Golkar akan mendapat pelajaran politik baru. Sebagai Partai yang telah memiliki paradigma baru tidak ada alasan untuk menolak pilihan sebagai oposisi.

Kalau tidak bisa oposisi berarti Partai Golkar belum sepenuhnya menjalankan paradigma barunya yang selalu tergantung atau menggantungkan diri pada pemerintah.

Dalam munas yang akan datang harus ada pembaharuan secara menyeluruh. Paradigma baru harus dibicarakan lagi implementasinya. Begitu juga pola perkaderan, regenerasi, dan langkah-langkah politik harus dibicarakan secara cermat dan mendetail.

Kesungguhan para para kader dari struktur yang paling atas sampai bawah juga sangat menentukan. Hanya dengan begitulah Partai Golkar akan kembali diperhitungkan.

Nah, siapa figur yang ideal menahkodai Partai Golkar ke depan? Para peserta Munaslah yang menentukan. Wallahu A’lam.

Read More..

Politik Setelah Pilpres 2009

Calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan, jika benar terpilih menjadi presiden RI, dirinya terbuka akan kemitraan dengan capres Megawati Soekarnoputri dan M Jusuf Kalla (Kompas.com)

"Kami ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Megawati Soekarnoputri dan Bapak Prabowo Subianto atas upaya beliau menyampaikan opsi (kebijakan) yang saya kira sangat penting untuk dipertimbangkan bagi rakyat kita, dan kami juga ingin menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada Bapak Jusuf Kalla dan Bapak Wiranto yang juga menyampaikan pilihan-pilihan kebijakan yang penting untuk jadi pertimbangan kami di waktu-waktu yang akan datang. Ini seandainya kami mendapatkan amanat,"(Kompas.com)

Dua kutipan di atas terasa melegakan setelah kita menyaksikan sengitnya pertarungan politik pada masa kampanye pilpres. Dalam masa kampanye itu saling sindir, ejekan bahkan kampanye hitam dilakukan oleh semua tim kampanye. Kini semua sudah berakhir dan baru saja bangsa Indonesia memberikan suaranya pada pilpres 2009.

Meskipun prediksi pemenang sudah diketahui melalui hitung cepat, masing-masing pasangan tampaknya masih menahan diri untuk menyatakan diri sebagai pemenang maupun pihak yang kalah. Melalui Beberapa lembaga yang melakukan hitung cepat diketahui presentase kemenangan tertinggi diraih oleh pasangan SBY-Boediono.

Sambil menunggu penetapan secara resmi barangkali kita musti urun rembuk dalam memikirkan bagaimana bangsa ini setelah pilpres itu. Kita bisa mengatakan bahwa satu langkah politik telah berhasil kita lewati dengan aman dan damai. Kini kita melangkah ke tahapan selanjutnya yakni bagaimana bekerja untuk memenuhi segala aspirasi rakyat sebagaimana telah dijanjikan selama kampanye.

Pada tahapan ini pasti lebih sulit karena titik beratnya adalah pemecahan masalah. Lain dengan pada masa kampanye yang hanya mengandalkan pencitraan, retorika prestasi dan janji. Karena itu pihak yang kalah pun harus mengambil bagian pada tahapan ini.

Kerangka kerja makro aspirasi rakyat itu sebenarnya telah tercantum dalam visi-misi, flatform dan agenda program. Inilah yang pada masa kampanye dipasarkan ke publik. Meskipun pada dasarnya dokumen ini mengikat namun sejatinya tetap terbuka diajukan sejumlah penyempurnaan. Dalam konteks ini tidak seharusnya dilakukan pembatasan terhadap adanya ide atapun masukan baru terhadap flatform itu apabila ada yang lebih sesuai dengan kepentingan rakyat. Inilah titik kompromi yang melampui kepentingan dan ego masing-masing.

Pemerintahan baru ke depan kita harapkan akan mengarah pada pola take and give tersebut. Dan kita patut lega karena bibit-bibitnya baru muncul dari kutipan pernyataan di atas. Bagi pihak yang dinyatakan menang memang harus selalu terbuka menerima masukan, karena seperti dikatakan Boediono, hal ini akan meningkatkan mutu demokrasi.

Kompromi Program

Dalam menjalankan pemerintahan lima tahun kedepan sejatinya pasangan SBY-Boediono harus mengambil beberapa ide dan program yang dimiliki oleh pasangan JK-Wiranto maupun Mega-Prabowo. Misalnya ide tentang kemandirian ekonomi.

Dalam masa kampanye tekanan isu pada kemandirian ini terlihat minim pada pasangan SBY-boediono. Padahal isu ini penting untuk mengurangi ketergantungan bangsa kita pada negara lain. Saatnya kita meminimalkan pinjaman utang dari luar negeri.

Begitupun beberapa program dari pasangan lain bisa melengkapi program yang sudah dicanangkan oleh pasangan pemenang. Misalnya, pemberdayaan ekonomi pemuda dengan cara menyediakan kredit murah dari JK-Wiranto juga seharusnya menjadi prioritas untuk dilaksanakan.

Program-program pro rakyat kecil yang menjadi tekanan isu pasangan Mega-Pro juga harus menjadi perhatian. Misalnya tekanan Megawati pada pemenuhan sembako murah bagi rakyat.
Ini juga harus harus dapat dilaksanakan oleh pasangan terpilih agar rakyat kecil tidak kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Ini sekedar menyebutkan beberapa contoh saja. Tentu masih banyak yang lain.

Negarawan

Pada saat akhir dari sebuah pertarungan politik yang sengit biasanya kita menuntut para politisi untuk bersikap sebagai negarawan. Namun definisi tentang negawaran belumlah terlalu jelas maksudnya. Tetapi satu hal yang disepakati adalah bahwa negarawan itu adalah sosok manusia yang memiliki visi yang berorientasi jangka panjang.

Negarawan lebih mengutamakan kesejahteraan bersama dibanding kesejahteraan pribadi dan golongan. Dia juga berlaku egaliter, adil dan mengayomi semua golongan dan komponen bangsa. Sikap-sikap tersebut mampu dibuktikan melalui komitmen pada perilaku sosial ekonomi, budaya dan politiknya.

Apabila pasangan yang kalah tersebut memang bersifat negarawan, dengan adanya kompromi program pasti mengobati kekecewaan. Karena bagi yang bersikap negarawan pastilah rakyat yang utama.

Bagi negarawan boleh saja mereka kalah memperebutkan kekuasaan tetapi ide dan keinginan mereka untuk melaksanakan cita-cita negara berupa adanya keadilan dan kesejahteran jangan sampai terhambat dan tidak dilaksanakan. Dan siapapun yang melaksanakannya adalah tidak penting.

Read More..

6/22/2009

Pendidikan Demokrasi Di Pesantren

Salah satu tempat yang banyak dikunjungi para capres pada saat kampanye, disamping pasar adalah pesantren. Ada beberapa alasan sehingga pesantren menjadi favorit. Pertama, disamping karena jumlah massa yang banyak, juga massa (pemilih) pesantren itu mudah diarahkan karena relatif patuh pada keputusan kiai.

Kedua, para kiai masih sangat berpengaruh pada sebagian besar masyarakat kita. Sehingga ketika seorang calon sudah didukung oleh kiai berpengaruh maka asumsinya masyarakat juga akan mengikuti pilihan kiai itu.

Ketiga, para kandidat itu ingin meraih simpati dari kalangan islam yang lebih luas. Dengan terbangunnya citra keislaman diharapkan sebagian besar umat islam akan memilihnya.

Pihak pesantren pun biasanya tak kuasa menolak kedatangan para calon itu dengan beberapa alasan baik politis maupun agama. Alasan politis dijelaskan misalnya, kalangan pesantren ingin dekat dengan calon agar ketika berkuasa ada kemudahan komunikasi. Dengan adanya kemudahan ini pihak pesantren mudah merealisasikan kepentingannya.

Sedangkan alasan keagamaan dilandasi oleh sebuah niat untuk silaturahmi yang tulus sesuai dengan ajaran agama karena calon yang bersangkutan bisa diharapkan membawa kepentingan keagamaan.

Tetapi ada juga kalangan tertentu masyarakat kita menilai, bahwa kunjungan ini para calon ini hanya untuk memanfaatkan kalangan pesantren untuk kepentingan politis jangka pendek. Ini memang sebuah hal yang tidak bisa dibantah. Faktanya, hubungan yang intensif dengan kalangan pesantren hanya pada saat menjelang pemilu. Setelah pemilu, kalaupun ada kunjungan maka itu dilakukan dengan formalitas keprotokoleran yang kaku.

Sekolah Demokrasi

Terlepas adanya alasan-alasan diatas, penulis menilai kunjungan ke pesantren itu perlu dan sangat penting. Walaupun bisa saja hanya sebagai strategi dan taktis politik tetapi juga dapat berdampak pada pemahaman demokrasi dikalangan pesantren yang semakin kuat. Ini penting bagi kehidupan demokrasi demi sistem politik yang sesuai dengan konstitusi bangsa.

Pemahaman demokrasi bagi pendidikan di pesantren sebagaimana juga pendidikan secara umum sesungguhnya relatif baru. Karena itu kultur demokrasi pendidikan di pesantren belum terbangun secara utuh. Misalnya terlihat pada kepemimpinan pesantren yang bersumber pada kiai kharismatis secara turun-temurun.

Memasukkan sistem dan nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan pesantren saat ini merupakan persoalan subtansial. Alasannya seperti pengamatan Prof. Drs. A. Malik Fajar, M.Sc, beberapa pesantren yang ada pada saat ini, masih saja secara kaku (rigid) mempertahankan pola salafiyah yang dianggapnya masih sophisticated dalam menghadapi persoalan eksternal. Padahal menurutnya, sebagai suatu institusi pendidikan, keagamaan, dan sosial, pesantren dituntut melakukan kontekstualisasi tanpa harus mengorbankan watak aslinya. Kenapa ini bisa terjadi, menurut Prof.Drs. Malik Fajar, karena segi kepemimpinan pesantren secara kukuh masih terpola dengan kepemimpinan yang sentralistik dan hirarkis yang berpusat pada satu orang kiai. Dan pada gilirannya akan berdampak pada manajemen yang otoritarianistik yang tidak sesuai dengan manajemen demokratis.

Bila kita ingin membangun demokrasi secara subtantif maka harus diawali dari seluruh sistem dan institusi pendidikan. Karena dari pendidikan inilah yang akan menyebarkan nilai-nilai demokrasi ke seluruh penjuru kehidupan masyarakat. Caranya bisa ditempuh dengan membawa semangat demokrasi tersebut dalam perencanaan, pengelolaan dan evaluasi penyelenggaraan pendidikan.

Dalam konteks ini, sekolah-sekolah yang berbasis pesantren perlu dikembangkan sekolah berbasis demokrasi. Menurut James A Beane dan Michael W Apple (1997) sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, kondisi-kondisi yang ditempuh untuk mengembangkan sekolah demokratis itu antara lain adalah:
pertama, keterbukaan saluran ide dan gagasan, sehingga smua orang bisa menerima informasi seoptimal mungkin.

Kedua, memberikan kepercayaan kepada individu-individu dan kelompok dengan kapasitas yang mereka miliki untuk menyelesaikan berbagai persoalan sekolah.

Ketiga, menyampaikan kritik sebagai hasil analisis dalam proses penyampaian evaluasi terhadap ide-ide, problem dan berbagai kebijakan yang dikeluarkan sekolah.

Keempat, memperlihatkan kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain dan terhadap persoalan-persoalan publik.

Kelima, ada kepedulian terhadap harga diri, hak-hak individu dan hak-hak minoritas.

keenam, pemahaman bahwa demokrasi yang dikembangkan belumlah mencerminkan demokrasi yang diidealkan, sehingga demokrasi harus terus dikembangkan dan bisa membimbing kesuluruhan hidup manusia.

Ketujuh, terdapat sebuah institusi yang dapat terus mempromosikan dan mengemban cara-cara hidup demokratis.

Dengan adanya pandangan demokrasi yang kuat bagi kalangan pesantren maka juga bisa diharapkan lebih jauh terhadap adanya pemahaman lebih lanjut mengenai kompatibilitas islam dengan demokrasi. Sebagaimana dimaklumi masih saja terdapat kalangan islam yang tidak menyetujui adanya proyek demokrasi sehingga tetap menyuarakan pentingnya pemberlakuan syariat islam.

Read More..

6/14/2009

Jangan Jaga Image Bila Ingin Disenangi Rakyat

Sesuai dengan sifatnya, pemilihan langsung yang kini sedang diberlakukan mensyaratkan adanya kebebasan untuk memilih dan dipilih. Rakyat bisa dengan bebas memilih kandidat siapapun yang disukainya. Sementara itu siapapun boleh mencalonkan dirinya untuk dipilih asal sudah memenuhi syarat yang telah ditetapkan.

Teorinya, rakyatlah yang menentukan. Karena itu sebuah adagium populer mengatakan, “vox populi vox Dei, suara rakyat adalah suara Tuhan”. Demokrasi pun dikenal dengan asas dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Oleh karena itu model pemilihan secara langsung ini tidak dipakai oleh ordebaru. Alasannya tentu saja tidak sesuai dengan sistem politik yang digunakannya. Seperti diketahui rezim orde baru menggunakan cara-cara pemerintahan yang terkontrol yang berpusat pada Pak Harto. Dengan kata lain Pak Harto mendesain sistem politik dengan sentralisme yang kuat. Jargon demokrasi hanyalah dipakai sebagai penghalusan dari cara-cara pemerintahan yang otoriter.

Karena rakyat sudah tidak tahan dengan pemerintahan yang demikian sentralistis itu, reformasi pun bergulir. Kebetulan jalan untuk itu sudah terbuka lebar akibat borok rezim orde baru sudah kelihatan jelas yang ditandai dengan semakin tidak terkendalinya prilaku korupsi. Hal ini juga dipermudah dengan adanya krisis finasial beberapa negara asia termasuk Indonesia.

Krisis finansial tersebut selanjutnya melahirkan krisis ekonomi yang memperngaruhi seluruh bangunan ekonomi dan keseluruhan sistem kenegaran Indonesia. Faktor inipula yang melahirkan sebuah krisis politik dengan puncaknya pada berhentinya Presdien Soeharto. Inilah kemudian mengawali masa reformasi.

Salah satu agenda reformasi itu adalah amandemen undang-undang dasar 45 yang antara lain membatasi waktu kekuasaan presiden- wakil presiden dan pelaksanaan pemilihan secara langsung.

Bila pada masa orde baru hanya kepala desa yang memakai pemilihan secara langsung, kini cara tersebut seluruhnya telah digunakan untuk memilih eksekutif maupun legislatif. Akibatnya seperti telah disinggung diatas setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih.

Dampaknya telah kita saksikan bersama. Berbondong-bondonglah warga negara mencalonkan diri dalam setiap momentum pergantian kekuasaan seperti pilkada atau pilpres. Akibat banyaknya calon yang mempunyai beragam kepentingan itu, tidak jarang menimbulkan konflik kekerasan.

Karena rakyat yang menentukan “nasib”politik para calon, maka berbagai cara dilakukan agar rakyat mau memilihnya. Setiap calon menggunakan setiap peluang dan potensi yang dimilikinya. Termasuk juga menghitung hambatan dan tantangan yang dihadapi.

Gerilya politik kemudian dilakukan dengan selalu mendekati para pemilih. Permainan citra pun ditampilkan secara sempurna dihadapan konstituen oleh perusahan pencitraan. Jangan heran bila seorang calon yang dulunya tidak peka pada rakyat sekarang tiba-tiba sangat perhatian. Dulunya jarang mengunjungi orang miskin, sekarang sangat rajin. Dulunya tidak pernah menyapa TKI sekarang tiba-tiba menelpon. Dulunya tidak pernah mengunjungi pasar tradisional sekarang hampir tiap minggu.

Kandidat yang masih berkuasa yang mencalonkan diri kembali(incumbent) pada akhir kekuasaannya pasti mengeluarkan kebijakan-kebijakan populis. BLT, walaupun berasal dari utang kembali diberikan sesaat sebelum pemilihan. Harga minyak juga diturunkan, walaupun penurunan itu lebih karena faktor penurunan harga minyak internasional, tetapi juga diklaim sebagai keberhasilan pemerintahannya.

Memang banyak hal yang bisa menguntungkan kandidat incumbent. Antara lain masih dikuasainya fasilitas negara. Incumbent sangat leluasa memainkan mesin birokrasi misalnya. Dia juga dengan mudah menggunakan intelijen negara. BUMN pun masih bisa dia paksa untuk menyediakan sejumlah dana bagi kepentingan segala ongkos politiknya.

Sosialisasi pun sudah dilakukan jauh hari dengan mudah karena melekatnya sebuah jabatan. Bahkan lembaga-lembaga yang mengurusi pemilu sudah dikuasai terlebih dahulu. Tidak heran apabila segala permasalahan pemilu-kisruh DPT, pelanggaran kampanye- kemudian tidak digubris. Semuanya diselesaikan dibawah meja.

Apakah kemudian, incumbent tidak bisa dikalahkan? Tentu saja bisa. Terbukti di sejumlah daerah banyak incumbent yang tersungkur. Karena itu barangkali kandidat calon presiden yang bukan incumbent ada baiknya belajar pada Gubernur,Bupati bahkan Kepala Desa yang terpilih yang mengalahkan incumbent. Siapa tau ada cara-cara jitu dan efektif yang belum dilaksanakan.

Mendengar arahan, kritik atapun teguran dari bawahan apalagi dari masyarakat kecil adalah tidak mengurangi kehormatan. Justru hal itu boleh jadi nilai plus bagi rakyat. Kecuali bila kandidat terlalu jaga image (jaim) hingga hanya seorang Butet Kertarajasa pun membuat pemimpin kita itu meram padam mukanya. Wallahu A’lam.

Read More..

6/09/2009

Menanti Pilpres Dengan Kecemasan

Sepertinya kita berharap-harap cemas menanti pemilihan presiden 8 juni ini. Kita berharap terpilihnya seorang presiden yang akan memimpin bangsa ini untuk memulai tahapan kemajuan yang lebih baik. Tetapi juga kita cemas, jangan-jangan yang terpilih nanti tidak sesuai dengan pengharapan bangsa kita. Seorang presiden bukan hanya sebagai pemimpin bangsa tetapi juga ia menjadi simbol dari bangsa itu sendiri.

Mari kita mencoba menguraikan beberapa point kecemasan itu. Kecemasan ini tentunya lahir atas beberpa kondisi faktual yang terjadi belakangan ini.

Kecemasan pertama, kita pasti sepakat bahwa pemilihan umum legislatif maupun eksekutif merupakan perayaan pesta demokrasi yang wajib kita laksanakan. Bahkan sukses pelaksanaannya telah menjadi kebanggaan nasional bahwa kita telah menjadi negara demokrasi ketiga terbesar di dunia. Demokrasi menjadi kebanggaan karena sistem tersebut telah menjadi anutan umum pemerintahan bagi hampir semua negara. Namun ini membuat kita juga menggigil cemas , karena dalam 11 tahun priode reformasi ini kita belum lihat adanya sebuah peningkatan yang nyata atas beberapa kondisi rakyat. Saat ini rakyat dan bangsa kita masih dalam kondisi terbelakang dibanding dengan dengan tetangga terdekat. Padahal biaya yang dikeluarkan dalam mengongkosi demokrasi itu sudah sangat besar.

Kecemasan kedua, walaupun kampanye pilpres yang sedang berlangsung selalu menyuarakan retorika demokrasi, tetapi pada kenyataannya selalu saja ada kegiatan-kegiatan yang tidak mencemirkan prilaku-prilaku demokratis. Kritik yang selalu timbul bahwa kita masih melaksanakan demokrasi prosuderal belum subtansial adalah benar dan bahkan kedua demokrasi tersebut saat ini telah dilanggar juga. Ambillah sebuah contoh. Silaturahmi salah satu kandidat dengan para pendukungnya yang disiarkan oleh stasiun TV beberapa waktu lalu telah dianggap oleh Bawaslu sebagai pelanggaran. Disebut pelanggaran karena telah memenuhi unsur-unsur kampanye padahal waktu kampanye belum dimulai.

Kecemasan ketiga, pelaksanaan kampanye yang mengandalkan polesan citra bagi figur membuat rakyat semakin tidak tercerahkan. Kampanye dengan model pencitraan yang berlebihan membuat figur yang dipasarkan tidak lagi bersifat autentik. Justru ia asing terhadap dirinya sendiri. Bila sudah begini, alih-alih mengharapkan mengatasi masalah rakyat justru ia adalah masalah tersendiri. Figur yang dicitrakan sedemikian sempurna akan gugup dan gagap dalam menghadapi kenyataan yang sesungguhya. Kita sudah seharusnya meninggalkan politik pergincuan, penuh kamuflase, kita seharusnya kembali kepada kenyataan diri kita sendiri. Kita percaya bila kedirian pemimpin yang ditonjolkan apa adanya akan memperkuat ethos nasionalisme kita.

Kecemasaan keempat, para pemimpin kita bukannya sibuk menyebarkan visi misinya, justru sibuk dengan menangkis isu, rumor yang tidak punya relevansi dengan kepemimpinannya. Sampai saat ini belum pernah kita baca secara lengkap flatform kandidat. Kita sebenarnya ingin setiap kandidat itu membuat sebuah buku yang berisi visi-misi,flatform secara lengkap. Buku itu kemudian disebarkan ke seluruh masyarakat. Saya fikir ada contoh yang bagus itu. Almarhum Nurcholish Madjid ketika berniat dicalonkan sebagai presiden melalui konvensi Partai Golkar 2004 membuat flatform bagi kepemimpinnanya apabila beliau terpilih. Beliau kemudian membuat penjelasan flatform dalam bentuk sebuah buku sebagai risalah singkat visi dan misinya. Saya tidak mengerti, mengapa visi-misi tersebut hanya diserahkan kepada KPU tetapi tidak diuapayakan dibagikan kepada seluruh masyarakat. Dengan kenyataan ini sekali lagi kita akan membeli kucing dalam karung.

“Maka, kata Radar Panca Dahana dalam sebuah kolom, hingga kini, manusia Indonesia pun tetap dalam paradoks klasiknya: intelektual tapi mistis, modern tapi tradisional, teknologis sekaligus klenik. Dan sisi spiritual/psikologis ini begitu keras gemanya hingga hari ini. Lebih berharap, misalnya, “munculnya pemimpin hebat” (bentuk lain dari “ratu adil”) ketimbang merancang atau menyiapkan infrastruktur bagi kemunculan itu.

Lebih senang menonton hiburan yang melenakan ketimbang membahas dan mencari solusi hidup yang kian rumit. Lebih berkhayal tentang “sukses yang gampang” (lotere, undian SMS, atau korupsi, misalnya) ketimbang “kerja yang keras dan susah”. Lebih suka bagi-bagi uang tunai trilyunan dibandingkan dengan menciptakan kesempatan kerja. Lalu, apa jadinya? Pada tingkatan yang kian ekstrem, psikologi penuh ilusi itu berujung lahirnya massa yang neurotis. Pada tahap berikutnya, gejala psikosis itu kian akut hingga ia kehilangan akal, kehilangan diri, frustrasi menghadapi masa kini. Dan pilihannya: bunuh diri.
Tetapi kita tidak berharap ada calon Presiden dan wakil presiden yang kehilangan akal, kehilangan diri, frustrasi apalagi bunuh diri apabila tidak terpilih. Wallahu A’lam.

Read More..

6/08/2009

Demonstrasi, Prita Dan Masyarakat Madani

Demonstrasi yang kita kenal selama ini umumnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. Pertama, adanya massa yang nyata, terlihat. Kedua, berkumpul di sebuah tempat yang menjadi sasaran. Ketiga, dilakukan pada waktu yang bersamaan. Adanya orang yang memimpin atau yang mengatur, setidaknya menjadi fasilitator. Katakanlah itu demonstrasi cara klasik. Kini ada demonstrasi dengan cara yang sangat moderen.

Dalam kasus Prita Mulyasari sebagai tersangka akibat sebuah email yang tersebar di internet,puluhan ribu orang yang tergabung dalam situs facebook, milis maupun blog di seluruh dunia melakukan demonstrasi. Mereka mendukung pembebasan ibu dua anak yang masih menyusui ini dari tuntutan hukum. Akibatnya ketiga capres yang bersaing memperebutkan simpati pemilih pun dengan caranya masing-masing, juga terlibat dalam usaha pembebasan itu. Singkat cerita akhirnya Prita diturunkan status hukumnya dari tahanan penjara menjadi tahanan kota.

Begitulah cara masyarakat maya melakukan demonstrasi. Kekuatannya tidak boleh diremehkan bahkan terbukti lebih efektif. Tidak jarang isu yang berkembang dalam dunia nyata pada awalnya merupakan isu yang hanya ada dunia maya. Hal ini membuktikan masyarakat maya yang ada di seluruh jagat ini tidak boleh diremehkan. Mereka merupakan sebuah kekuatan yang sangat dahsyat.

Karena itu, kini kita melihat kenyataan bahwa demontrasi tidak lagi harus berpanas-panas dengan mengumpulkan massa yang sebanyak-banyaknya di sebuah tempat dalam waktu yang sama. Demontrasi pun bisa dilakukan dari balik meja kantor, rumah atau dimanapun tempat kita berada pada saat itu. Tidak juga harus ada orang yang berfungsi sebagai orator tetapi cukup dengan adanya web 2.0. Demontrasi tradisional yang mengandalkan teriakan, kini bisa dilakukan dengan keheningan. Cukuplah dengan tulisan ataupun simbol-simbol tertentu. Yang diperlukan adalah koneksi internet. Tetapi jangan diragukan efektitivitasnya, sudah terbukti pada kasus Prita tadi.

Realitas ini kemudian memunculkan pilar baru masyarakat madani, civil society. Masyarakat madani atau civil society adalah sebuah masyarakat yang berperadaban, yakni suatu sebuah tatanan masyarakat yang berkeadilan, terbuka dan demokratis dengan dilandasi ketaqwaan dan ketaatan kepada ajaran Islam. Salah satu yang utama dalam tatanan masyarakat ini adalah pada penekanan pola komunikasi yang menyandarkan diri pada konsep egaliterian pada tataran horizontal dan konsep ketaqwaan pada tataran vertikal. Nurcholis Madjid (1999:167-168) menyebut dengan semangat rabbaniyah atau ribbiyah sebagai landasan vertikal, sedangkan semangat insyanyah atau basyariah yang melandasi komunikasi horizontal (http://rully-indrawan.tripod.com/rully01.htm).

Pilar yang saya maksudkan yaitu sebuah masyarakat maya (istilah ini dari saya sendiri dengan mengadaptasi istilah dunia maya). Saya tidak tahu definisi Masyarakat Maya tersebut. Tetapi yang saya maksudkan dengan hal ini adalah masyarakat yang ada di dunia maya yakni sebuah dunia yang hanya dihubungkan oleh alat komunikasi utamanya internet. Masyarakat maya ini kemudian bisa diandalkan memenuhi cita-cita masyarakat madani sebagaimana disebutkan di atas, yaitu adanya ketakwaan dan ketataatan kepada ajaran Tuhan yang dilandasi sifat-sifat egaliterian, demokrasi dan keadilan. Wallahu A'lam.

Read More..

Perempuan-Perempuan Pembuat Berita

Ada tiga perempuan yang menghebohkan dunia pemberitaan dalam dua bulan terakhir ini. Mereka adalah Rani Juliani, Manohara Odelia Pinot dan Prita Mulyasari. Ketiganya mempunyai profesi yang berbeda. Rani Juliani adalah seorang caddy golf, Manohara adalah seorang Model, sedangkan Prita Mulyasari adalah pegawai di sebuah bank.

Pemberitaan Rani Juliani berkisar pada kasus tertembaknya seorang Direktur Perusahaan yang diduga melibatkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Antasari Ashar. Manohara diberitakan tentang persolalan rumah tangganya dengan seorang pangeran di Malaysia.Sedangkan Prita Mulyasari heboh berkaitan dengan surat elektroniknya yang berisi keluhannya terhadap Rumah sakit Omni Internasional.

Ketiga kasus tersebut menarik dari sisi-sisi yang berbeda. Kasus Rani Juliani menarik karena terlibatnya seorang pejabat yang dihubungkan dengan adanya cinta segitiga antara dia sendiri dan korban. Lebih menarik lagi karena Rani Juliani sendiri sampai saat ini tidak sembarang orang bisa menjumpainya kecuali mungkin para petugas. Sikap para petugas yang menyembuyikan Rani Juliani mungin disebabkan oleh Rani adalah saksi kunci atas terbunuhnya Nasrudin Sang direktur tersebut.

Sementara kasus Manohara menarik karena melibatkan seorang pangeran di Malaysia yang dicurigai melakukan kekerasan seks pada istrinya itu. Setelah berhari-hari usaha Ibunda Manohara untuk membebaskan putrinya itu akhirnya kesampaian juga, tatkala Manohara sedang berada di negara netral Singapura untuk sebuah keperluan. Menurut ceritanya, atas bantuan Polisi Singapura dan juga Kedutaan Amerika Manohara berhasil melepaskan dirinya dari penjagaan pangeran.

Lain lagi dengan Prita Mulyasari. Kasusnya berawal dari sebuah email yang dikirim kepada teman-temannya yang menceritakan perlakuan Rumah Sakit Omni Internasional kepadanya. Email itu kemudian menyebar ke milis lain maupun blog. Hingga kemudian dia dituduh oleh pihak rumah sakit melakukan pencemaran nama baik terhadap rumah sakit yang bersangkutan. Tanpa proses hukum yang memadai, ia di penjara selama tiga minggu hingga ia menjadi tahanan kota akibat banyaknya dukungan terhadap dia.

Begitulah cerita singkat dari tiga perempuan tersebut. Kini ketiga wanita tersebut masih menjalani proses hukum masing-masing. Rani Juliani masih ditunggu kehadirannya di ruang publik. Manohara masih ditunggu keberaniannya untuk divisum. Sedangkan Prita sedang menjalani proses persidangan. Hikmah apa yang bisa dipetik dari ketiganya? Silahkan menuliskannya pada kolom komentar di ruangan ini.

Read More..

5/25/2009

Rakyat Siap-Siap Untuk Kecewa Kembali

Setelah Pemilu legislatif sudah ditetapkan hasilnya, kini kita menanti pemilu presiden 9 Juli2009. Sperti diketahui, pemilu legislatif meninggalkan beberapa catatan negatif antara lain, DPT yang bermasalah, cara kerja KPU yang tidak profesional sampai pada peserta yang banyak melakukan pelanggaran. Catatan-catatan tersebut ada beberapa diproses secara hukum sebagian lagi kini dilupakan seperti kisruh DPT. Menghadapi Pilpres ini, kita berharap pada penyelenggara maupun para kandidat agar berusaha meningkatkan kualitas agar demokrasi yang dihasilkan juga berkualitas.

Bagi saya kualitas pemilu itu dibuktikan dengan adanya perbaikan dan peningkatan kualitas hidup rakyat seluruhnya. Kualitas tidak hanya tergambar dengan angka-angka tapi juga tergambar secara jelas dan utuh pada masing-masing individu. Harapan-harapan yang sudah diungkapkan rakyat pada berbagai kesempatan baik yang berhasil direkam oleh media maupun hanya tergambar pada sorot mata rakyat harus segera diperjuangkan di lembaga perwakilan rakyat. Para pemenang pemilu harus membuktikan janjinya pada saat kampanye.

Harapan ideal tersebut hanya bisa dipenuhi oleh para pemegang kekuasaan itu apabila mereka semua mau berlaku jujur. Hanya dengan kejujuranlah yang menyebabkan rakyat bisa percaya. Tetapi dalam situasi politik yang pragmatis transaksional seperti ini susah atau kalau tidak mustahil untuk mengharapkan lahirnya kepemimpinan yang jujur.

Melihat proses politik yang sedang berlangsung, peluang untuk terjadinya manipulasi janji pada pemilu kali ini masih sangat besar. Indikasinya dapat kita lihat dari cara-cara kampanye mereka yang memakai jurus-jurus pencitraan yang berlebihan. Dalam pencitraan itu segalanya bisa ditampilkan, yang jelek menjadi sesuatu yang baik. Yang tidak bermoral menjadi bermoral dan yang tidak realistis menjadi realistis. Kini cara-cara yang manipulatif itu disebarkan secara luas ke masyarakat.

Sebenarnya cara-cara pencitraan lazim saja dalam politik. Toh, figur politik memang perlu dipasarkan, karena tidak semua kebaikannya tersampaikan pada publik. Hanya saja dalam pencitraan tersebut diperlukan batas-batas yang proporsional. Batas proposional sudah tergambar dalam rekam jejak sang calon. Artinya hal-hal yang dicitrakan sesuai dengan kenyataan. Apabila ada yang tidak sesuai dengan kenyataan maka ini adalah hal manipulatif atau kebohongan. Bila ini yang terjadi maka rakyat sebagai pemilik sah negara ini, untuk kesekian kalinya akan mengalami kekecewaan.

Secara pribadi saya sudah kecewa dengan beberapa realitas pencitraan ini. Karena hal-hal yang berurusan dengan Tuhan pun sudah dipoles sedemikian rupa. "Boediono adalah muslim yang lurus, jujur, sederhana, konsisten dan teknokrat yang ulung dan cerdas," kata SBY saat memberikan sambutan di Gedung Sabuga, Bandung, Jawa Barat, Jumat (15/5). Bukankah, sejatinya aspek-aspek spritualitas, ketakwaan atau kesalehan sesorang itu hanya Tuhan yang tahu? Ini artinya, dalam suasana politik yang spekulatif ini, Tuhan pun dicoba untuk dimanipulasi. Wallahu A’lam.

Read More..

5/18/2009

Neo-lib VS Kerakyaktan: Hanya Isu Pragmatis

Saya tidak meyakini bahwa pilihan isu antara ekonomi neo-lib dan isu kerakyatan oleh partai-partai pengusung pasangan calon presiden didasari oleh muatan ideologis tertentu. Saya justru menduga isu ini hanyalah pilihan praktis dan pragmatis saja. Dugaan ini berasal dari kenyataan:

Pertama, tidak ada partai yang konsisten dengan ideologinya sendiri. Buktinya partai yang berideologi nasionalis juga meniupkan isu-isu keagamaan. Partai Golkar yang Nasionalis misalnya, tetap saja membentuk organisasi sayap agama (Al-Hidayah) di dalamnya. Begitupun partai yang berasaskan agama seperti PKS juga mengenalkan kepada publik sebagai partai terbuka.

Kedua, pilihan koalisinya tidak konsisten. Baik partai-partai nasionalis maupun islam tidak ada yang membentuk poros koalisi masing-masing. Semua tergabung dan tercampur tanpa batasan ideologi yang mereka yakini. Yang menentukan pilihan koalisi itu semua bersifat pragmatis.

Fakta bahwa adanya pengaruh ideologi tertentu yang dianut oleh sebuah negara mungkin banyak yang terbukti. Misalnya, liberalisme dan kapitalisme di Amerika memberi pengaruh kuat pada seluruh formasi sosialnya. Dengan kata lain ideologi itu memang berpengaruh secara optimal dengan membentuk pandangan hidup masyarakatnya.

Tetapi yang terjadi di negara kita saat ini belum seperti di Amerika. Hal ini karena dominannya kepentingan pribadi atau kelompok pada sebuah kekuasaan. Inilah salah satu faktor yang menghalangi dan menghambat beroperasinya kepentingan ideologis tersebut. Dan inipulah yang menghalangi tercapainya cita-cita kebangsaan kita.

Yang mau saya katakan pada poin di atas adalah tidak usah terlalu kuatir pada isu-isu yang dikemukakan oleh pengamat dan para aktivis partai sendiri. Baik isu ekonomi neolib maupun kerakyatan pada hakekatnya hanyalah untuk kepentingan praktis berupa kekuasaan saja. Ketika kekuasaan sudah dalam genggaman maka berakhirlah semua isu itu. Yang tertinggal adalah bagaimana menggunakan kekuasaan itu “sebaik-baiknya”.

Oleh karena itu, yang kita perlu awasi adalah proses, cara, dan kepada siapa kekuasaan itu akan digunakan. Bila kekuasaan itu diperoleh cara-cara yang tidak adil dan melanggar prinsip-prinsip demokrasi maka seharusnya diprotes secara keras. Begitupun kalau penggunaanya hanya untuk kepentingan pribadi,kelompok atau lebih-lebih kepada bangsa lain, ini juga harus ditolak.

Tetapi saya setuju bila merebut kekuasaan harus dengan cara praktis saja. Hal ini didasari atas pengalaman bahwa semakin lama proses-proses politik itu berlangsung akan semakin mahal ongkos materi dan sosialnya. Akibatnya terlalu besar energi yang dihabiskan oleh bangsa ini hanya untuk kepentingan politik saja. Padahal dalam era reformasi menuju transformasi bangsa yang lebih modern dan bermartabat ini, banyak hal yang harus kita kejar kemajuannya. Antara lain , kita butuhkan cara-cara berpolitik yang efektif dan efisien. Lambat yang disertai dengan tindakan yang kurang tepat dan efisien justru akan menimbulkan ketertinggalan.

Memang untuk mencapai cara-cara berpolitik yang efektif itu pasti membutuhkan waktu lama. Karena itu, para politisi harus mengajarkan cara berpolitik yang sehat dan rasional dengan cara “mencicil”kepada bangsa ini. Tidak boleh secara instan. Artinya bangsa ini harus dibiasakan melihat bahwa politik itu adalah yang biasa, business as usual. Tidak seperti saat ini dimana partai-partai politik mengurus konstituennnya hanya kalau ada pemilu. Rakyat semua ribut politik bila ada pemilu. Seakan-akan semua aktivitas terhenti bila ada aktivitas pemilu. Dampaknya seperti yang kita saksikan. Segala cara dilakukan agar bisa meraih suara konstiuen, termasuk cara-cara yang bertentangan dengan aturan yang berlaku.

Padahal ada cara lain yang lebih efektif dan efisien. Yakni dengan memberikan pemahaman terhadap berbagai aspek dari politik itu. Partai-partai harus bisa meyakinkan pemilihnya dari awal berupa adanya kesadaaran politik yang rasional. Jadi masyarakat sudah tahu dari awal bahwa Partai ini punya ideologi A, konsekuensinya begini, dampaknya begitu dan seterusnya. Sampai pada pemilu tidak ada lagi persoalan ideologi, figur dan lain sebagainya. Seluruh rakyat sudah tahu rekam jejaknya.

Karena hal-hal tersebut belum maksimalkan dilakukan, maka agenda rakyat seluruhnya adalah mengawasi orang-orang yang diberi kekuasaan itu terus menerus agar mereka tidak menyalahgunakan kekuasaannya. Sekaligus rakyat harus menagi janji pada saat kampanye mereka. Wallahu A’lam.

Read More..

5/15/2009

Wahai Presiden, Fokuslah Ke Kawasan Timur Indonesia

Dibanding dengan Kawasan Indonesia Barat, Kawasan Indonesia Timur secara umum lebih ketinggalan pada berbagai aspek pembangunannya. Hal ini bisa dilihat misalnya dari segi ketersediaan sarana dan prasarana wilayah di kawasan ini.

Menurut Menteri Percepatan Daerah Tertinggal Lukman Edy, selama tiga tahun pemerintahan SBY-JK, baru 28 daerah yang bebas dari ketertinggalan dari sekitar 199 daerah tertinggal.Di kawasan Timur Indonesia kondisinya lebih parah. Hanya Jayapura yang berhasil dientaskan dari ketertinggalan. Menteri PDT Lukman Edy mengatakan, secara umum kondisi di Indonesia Timur tidak berubah, atau mengalami stagnasi. Faktor pembangunan infrastruktur yang paling dominan menyebabkan ketertinggalan Kawasan Timur (Fajar, 3 Januari 2008).

Karena itu siapapun yang terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presdien pada Pilpres ini tidak boleh mengabaikan kenyataan ini. Hal ini tidak berarti bahwa Kawasan Indonesia Barat tidak mempunyai daerah tertinggal sehingga tidak diperhatikan lagi. Yang kita mau aspirasikan adalah adanya fokus perhatian pada Kawasan Indonesia Timur.

Kami yang berada di kawasan ini merasakan betul dampak ketertinggalan ini. Misalnya Jalan yang kami lalui tidak sebagus di daerah Jawa. Komunikasi pun begitu, masih banyak daerah yang tidak terjangkau sarana komunikasi (Blank Spot) yang murah seperti telpon seluler, apalagi koneksi internet. Ketersediaan listrik pun demikian halnya. Kota Palu misalnya, ketersediaan listriknya sangat parah. Hampir tiap malam lampu padam bergiliran. Bahkan kendala utama bagi investor untuk menanamkan modalnya di daerah ini adalah ketersediaan listrik.

Padahal jika kita melihat potensi kawasan ini sungguh luar biasa. Sekedar menyebutkan contoh minyak, batu bara dan sejumlah barang tambang lain melimpah ruah di sejumlah daerah terutama Kalimantan Timur dan Papua. Bahkan sumur minyak di daerah Sulawesi Tengah juga sudah produksi. Bahan dasar pembuatan semen banyak terdapat di kawsan ini misalnya di daerah Sulsel (Tonasa).

Namun ironisnya sumber- sumber kekayaan negara itu semua diolah di kawasan Barat Indonesia yang berpusat di Jawa. Dengan kata lain Indonesia Timur merupakan daerah penyedia barang saja sementara Indonesia Barat berfungsi sebagai produsen sehingga barang tersebut bisa diolah dan dipakai. Tidak heran nilai tambah (value added) didapatkan oleh kawasan Indonesia Barat. Akibatnya uang yang berputar pun paling besar di daerah jawa (Jakarta).

Dengan terbentuknya pemerintahaan baru nanti maka kebijakan yang berkenaan dengan kawasan Timur pun harus di rubah secara total. Kementerian PDT yang ada saat ini belum cukup untuk menangani masalah ini. Selama ini Kementerian tersebut hanya menangani masalah secara umum. Sejatinya harus spesifik tiap bidang atau departemen sehingga kebijakannya bisa fokus.Bila perlu misalnya, Menteri Pertambangan kantor pusatnya di Kalimantan Timur atau di Papua, Menteri kelautan ditempatkan di Manado, Menteri Pariwisata di Bali dan seterunya. Bukan hanya itu, BUMN yang mengurusi pembangunan infrastruktur harus juga dialihkan kantor pusatnya ke kawasan Indonesia Timur.

Bila ini semua mau dilakukan maka dibutuhkan political will yang kuat dari pemerintah. DPR harus mendorong kebijakan ini dengan cara menaikkan APBN yang akan di peruntukkan di kawasan Indonesia Timur. Dukungan sumber daya manusia pun harus diberikan. Caranya anatara lain dengan memanfaatkan orang-orang pintar dari kawasan Indonesia Timur sendiri. Bila sumber daya manusia di Indonesia Timur belum cukup maka perlu ada transmigrasi intelektual dari Kawasan Barat.

Semua ini tentu bertujuan agar pemerataan pembangunan Indonesia menjadi lebih cepat terlaksana. Bila tidak, kawasan ini tetap saja akan ketinggalan dan ini bisa saja menyebabkan disintegrasi bangsa. Wallahu A’lam.

Read More..

5/11/2009

Oposisi : Sebuah Keniscayaan

Menjelang pemilihan presiden 2009 ini wacana oposisi tidak banyak disuarakan dibanding dengan koalisi. Hal ini dapat diduga akibat seluruh partai khususnya yang melewati Parlementary Threshold ingin berkuasa atau setidaknya ingin dekat dengan kekuasaan. Bisa dilihat misalnya kecenderungan Partai politik yang lebih banyak merapat ke Partai Demokrat dibanding dengan ke Partai Golkar atau PDIP. Bahkan Partai Golkar pun pada awalnya ingin berkoalisi dengan Partai Demokrat namun akibat ditolaknya JK oleh SBY terpaksa Golkar membangun kekuatan poltiknya sendiri. PDIP pun akhir-akhir ini mau mendekat ke Partai Demokrat sebagai pemenang pemilu.

Proses politik kita itu khususnya bila dipandang dalam perspektif demokrasi yang meniscayakan adanya check and balances adalah tidak sehat. Gejalanya bisa dilihat dari kecenderungan lebih banyak Partai yang ingin berkoalisi dengan partai pemenang pemilu dari pada memainkan peran oposisi. Kalaupun ada, hanya dilakukan karena tidak berhasil menduduki jabatan di pemerintahan. Jadi kesannya hanya terpaksa, tidak direncanakan.

Pada hal oposisi yang baik harus direncanakan sehingga langkah-langkah politik yang dijalani menjadi sistematis. Selama ini timbul kesan terhadap partai yang memainkan peran oposisi hanya sekedar beda saja dengan pemerintahan. Sejatinya tidak demikian. Partai oposisi bukanlah lawan secara permanen tetapi ia merupakan mitra kritis bagi pemerintah yang berkuasa. Program yang pasti menguntungkan rakyat seharusnya diberikan dukungan juga atau setidaknya harus ada alternatif yang ditawarkan bila memang tidak sepakat dengan sebuah program. Jadi konsep pembanding harus ada.

Secara filosofis keharusan oposisi itu didasarkan pada kenyataan bahwa alam ini diciptakan Tuhan dalam keadaan seimbang. Tertib dan teraturnya alam ini karena adanya hukum keseimbangan itu. Apa jadinya suhu terus menerus panas atau dingin. Atau tidak ada perputaran planet-planet maka sudah dapat diduga akibatnya. Apabila keseimbangan itu terganggu dengan kecenderungan berat pada posisi tertentu maka alam ini juga pasti hancur karena tidak ada lagi yang mengontrol.

Pada aras politik secara universal diyakini adanya prinsip konstitusionalisme yang berintikan asas keutamaan hak rakyat, namun dalam praktik politik sering ditabrak oleh klaim mandatoris dan mayoritarianisme rezim penguasa yang gemar mengangkangi rakyatnya sendiri. Dalam konteks itu, oposisi hadir berdasar paham falibilismenya, bahwa mandat politik itu tidak identik dengan penyerahan kedaulatan, dan kekuasaan yang menjalankannya mengandung korupsi permanen dalam dirinya (Rocky Gerung, 2001).

Pengalaman kita pada masa orde baru membuktikan konstatasi di atas. Parlemen dan pemerintahan pada saat itu dikuasai oleh seorang aktor maka peran-peran kritis oleh sejumlah elemen masyarakat selalu dibungkam. Yang terjadi kemudian adalah berkembangnya kekuasaan yang otoriter. Akibatnya kekuasaan pada saat itu hanya menguntungkan para penguasa pemerintahan. Hal ini tentu merugikan dari segi partisipasi politik rakyat.

Dengan demikian opisisi itu harus menjadi keharusan. Pertama, segala kebijakan pemerintahan yang berlindung pada klaim legitimasi rakyat musti harus di periksa kembali. Harus ada audit. Semua kebijakan tidak boleh langsung diterima agar terbangun sebuah legitimasi yang kongkrit dari rakyat. Karena itu diperlukan dukungan kelompok masyarakat aktif, menjadi agen kritis, yang akan mengontrol dan memberi alternatif atas segenap langkah pemerintah terpilih.
Kedua, oposisi disini bermakna sebagai oposisi loyal. Artinya oposisi tidak dibentuk secara otomatis terdiri dari blok semua partai yang kalah tetapi sebagai desain politik yang sadar beberapa partai reformis yang berkekuatan cukup.

Ketiga, dalam upaya mengakhiri transisi demokrasi, bahwa seluruh aktivitas politik dan penyelesaian konflik politik diselesaikan dalam mekanisme kelembagaan di parlemen. Tidaklah berarti peran aktor sosial berhenti tetapi malahan harus terus diperkuat sebagai kekuatan masyarakat madani. Tetapi ujung dari setiap ide altenatif terhadap segala kebijakan pemerintah pada akhirnya ada di parlemen dengan oposisi sebagai aktor utamanya. Wallahu A’lam

Read More..

4/30/2009

Masalah Indonesia adalah masalah mikro, bukan makro

Indonesia mempunyai masalah mikro bukan makro. Karenanya Presiden ataupun para wakil rakyat dalam berbagai tingkatannya yang akan dilantik nanti harus memperhatikan masalah-masalah mikro itu. Tidak boleh terfokus pada masalah-masalah makro. Pertumbuhan ekonomi misalnya jangan dilihat dari kerangka makro saja.



Maksud saya, misalnya kalau bicara kemiskinan harus dilihat detailnya. Nama-nama orang miskin di setiap desa harus diketahui. Setiap nama itu harus pula dicatat latar belakangnya supaya bisa diberikan solusi yang tepat untuk mengurangi kemiskinannya. Dan harus pula evaluasi kondisinya dari hari ke hari. Dan seterusnya .Jadi kalau membicarakan kemiskinan tidak boleh lagi hanya mengetahui angka prosentasenya saja.

Begitupun kalau berbicara pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tidak boleh lagi hanya angka- angka makro. Harus bisa dilihat pertumbuhan ekonomi secara terinci mulai dari desa hingga nasional. Kita tidak mau lagi angka pertumbuhan makro bagus tetapi kalau dilihat realitasnya pada masyarakat ternyata tidak mengalami pertumbuhan.

Untuk itu setiap struktur pemerintahan mulai yang paling bawah harus punya data-data yang sangat detail dan up to date. Tidak seperti saat ini dimana stastik kita hanya mengambil data-data yang sangat umum dan itupun sudah kadaluarsa dan tidak lengkap.

Pemerintah harus bisa bekerja keras dengan mengoptimalkan kerja aparatnya. Saat ini masih belum optimal, birokrasi belum melayani dengan baik. Pemerintah harus melakukan reformasi birokrasi secepatnya agar setiap warga dapat terlayani dengan baik. Pensiunkan dini aparat yang tidak produktif. Ganti dengan yang lebih produktif. Ukuran kerja harus dinilai dari produktifnya bukan dari segi lamanya dia bekerja atau kepangkatan. Bagi yang bekerja lebih produktif berikan insentif dan gaji yang lebih besar.

Pendidikan harus menjadi prioritas. Semua anak Indonesia minimal harus lulusan sekolah lanjutan tingkat atas. Biaya mahasiswa di universitas di seluruh Indonesia digratiskan.

Semua ini diperluakan dana yang besar. Karena itu diperlukan sumber-sumber keuangan baru. Saatnya semua perusahaan asing yang lebih banyak menguras sumber daya alam kita diambil alih. Birokrasi juga harus efisien dan produktif. Tidak ada toleransi bagi siapapun yang melakukan korupsi sekecil apapun korupsinya.

Hanya dengan itulah kita bisa meyelesaikan setiap masalah mikro tadi. Tetapi apakah pemerintah mampu melakukan itu? Bagi saya tidak ada yang tidak bisa asal kita semua punya komitmen dan tanggungjawab yang sungguh-sungguh pada setiap masalah secara bersama. Wallahu A'lam.

Read More..

4/29/2009

Menyoal Pendidikan Politik Partai- Partai Kita

Dalam berbagai pendapat yang dikemukakan masyarakat disebutkan misalnya bahwa pendidikan politik kita belum mencapai pada level yang diharapkan yakni, terbangunnya wawasan dan praktek politik yang rasional dan beradab pada sebagaian besar masyarakat kita. Sinyalemen tersebut bisa dicermati pada satu aspek dalam politik yaitu memilih calon legislatif ataupun eksekutif.

Dalam berbagai jajak pendapat terlihat bahwa preferensi orang memilih seorang kandidat tidak terlepas dari faktor-faktor seperti, kesukuan atau kedaerahan, bentuk fisik (cantik, tampan), memberikan fasilitas (uang dan atau fasilitas lain), sekeyakinan agama, sejarah masa lalu, iklan dan seterusnya.


Masyarakat memilih yang didasarkan pada visi-misi atau flatform jumlahnya masih sedikit. Padahal kebutuhan bangsa saat ini adalah lahirnya pemimpin-pemimpin bangsa yang mempunyai kualitas yang baik. Pemipmpin-pemimpin bangsa seperti itu hanya bisa lahir dari masyarakat politik yang rasional dan cerdas yang menjatuhkan pilihan-pilihan politiknya pada kandidat-kandidat yang memang diakui memiliki SDM secara politik.

Dengan sinyalemen inilah sebenarnya kita harus mengajukan pertanyaan judicial tentang sejauh mana efektivas pendidikan politik yang dilakukan oleh partai-partai saat ini? Apakah partai-partai itu telah melakukan pendidikan politik yang benar ataukah partai-partai tidak memberikan kontribusi pada tumbuhnya kecerdasan politik masyarakat sehingga taraf kecerdasan umum dalam politik belum begitu jauh?

Jawab atas pertanyaan ini bisa ditelusuri setidaknya pada program partai-partai itu ataupun sikap-sikap para pemimpinnya dalam merespon suatu peristiwa politik.

Jika ditelusuri pada program maka kita akan mendapati bahwa sebagian besar program partai hanya bertujuan untuk memenangkan kekuasaan politik. Hal ini memang wajar. Karena salah satu fungsi partai adalah merebut kekuasaan politik. Tetapi fungsi partai tidak hanya itu. Partai juga berfungsi untuk memberikan pendidikan politik yang berkualitas pada masyarakat. Dengan demikian, mengingat partai bertanggungjawab untuk mengoperasikan demokrasi dengan baik maka semestinya fungsi untuk memberikan pendidikan politik yang sehat tidak bisa diabaikan begitu saja.

Konsekuensi dengan berfokus pada program untuk pemenangan kekuasaan politik maka program partai pasti lebih banyak yang besifat pragmatis jangka pendek. Urusan bagaimana terbangunnya kesadaran politik yang rasional pada masyarakat menjadi terabaikan. Padahal untuk pembangunan demokrasi subtantif dalam jangka panjang yang dibutuhakn adalah kesadaran politik yang rasional.

Pada sisi lain, melalui para pemimpin politik sangat jarang memperlihatkan sikap-sikap kenegarawanan. Walaupun para politisi selalu berlindung pada retorika "untuk kepentingan bangsa dan negara, yang sebenarnya adalah ego kepartaian atau kelompok saja.

Bila program partai dan para politisi masih seperti digambarkan itu maka kita tidak bisa mengharapkan terbangunnya kecerdasan politik yang rasional dalam masyarakat. Pada urutannya justru akan lahir para politisi yang tetap akan membela hanya kepentingannya saja. Para politisi juga tidak bisa menyalahkan apabila masyarakat semakin tidak percaya kepada politik dan politisi.Wallahu A'lam.

Read More..

3/02/2009

Bendungan Terbesar Donggala Jebol, Ribuan Sawah Merana

Kamis, 12 Februari 2009 | 19:25 WIB

TEMPO Interaktif , Palu: Ribuan hektar sawah di Tonggolobibi, Kecamatan Sojol, Kabupaten Donggala, Provinsi Syulawesi Tengah, terancam gagal panen dan tak terolah menyusul jebolnya bendungan terbesar di daerah itu.


Bendungan dengan panjang sekitar 50 meter di Dusun Malili ini jebol pada Kamis sore (12/2) sekitar pukul 15.00 Wita. Hujan yang mengguyur wilayah Pantai Barat sepekan terakhir membuat debit air sungai meluap dan Bendungan Simalili yang dibangun tahun 1997 itu tak mampu menahan derasnya arus sungai.


Salehuddin M. Awal, tokoh pemuda Tonggolobibi, mengatakan akibat rusaknya salah satu bendungan terbesar di Donggala itu, sekitar 400 hektar sawah yang masih membutuhkan aliran air terancam gagal panen. “Bahkan, 1225 hektar sawah di Tonggolobibi bakal tidak dikelola sebab saluran irigasi vital tak berfungsi,” katanya.

Salehuddin yang saat dihubungi sedang berada di lokasi menambahkan, Bendungan Simalili yang juga berfungsi sebagai jembatan penyebrangan, membuat salah satu jalur produksi pertanian di Sojol terputus. Hancurnya Bendungan Simalili juga memutus pipa utama saluran air minum yang menumpang di atasnya.

“Mesti ada langkah cepat untuk menyelamatkan lahan pertanian warga, termasuk jalur produksi dan saluran air minum,” katanya.

Naning (50), warga Tonggolobibi mengungkapkan, saluran irigasi yang mengairi persawahan masyarakat sangat bergantung dari pasokan air Bendungan Simalili. Rusaknya bendungan Simalili membuat warga Sojol yang menggantungkan hidup dari pertanian (sawah) hidup dalam ketidakpastian.
“Jika sawah saya tak bisa diolah lagi, maka keluarga saya kehilangan sumber penghidupan,” ujarnya.


Read More..

1/13/2009

Persahabatan dan Kekerabatan di Dunia Maya

DALAM beberapa kesempatan ngobrol melalui internet (chatting) saya berkesempatan untuk mengenal beberapa orang di jagat maya ini. Satu diantaranya bertempat tinggal Pulau dewata Bali. Melalui kesempatan itu juga dia memberikan sederet angka nomor telponnya. Walapun belum pernah bertemu secara langsung tetapi saya meyakini bahwa dia baik. Dia hangat dan peduli.


Fotonya yang terpampang di sebuah situs mengingatkan saya pada seseorang yang mirip. Dari seberang sana, dia berbicara dengan sangat sopan dengan suara lembutnya. Tatkala saya bertanya, apakah mengganggunya kalau saya telpon, serentak dia menjawab tidak. Namanya Dea Ramadhan. Sehari-hari dia berprofesi sebagai pengusaha kerajinan perak yang berhasil.

Itulah awalnya saya mengenal dia. Sampai dengan saat ini komunikasi saya dengannya terus berlangsung. Kadang-kadang melalui telpon dan yang paling sering melalui internet.

Begitulah salah satu contoh cara manusia modern membangun persahabatan. Tidak hanya pada orang-orang yang berada dilingkungan sekitarnya tetapi juga di seluruh dunia. Tidak heran Jaringan persahabatan sekarang ini sudah semakin meluas melalui beberapa situs jaringan sosial seperti facebook, friendster dan myspace.

Hal ini berkat kemajuan alat komunikasi seperti telpon dan internet yang sangat canggih. Kini dimanapun di dunia ini orang bisa saling berhubungan, saling berkomunikasi dengan tujuan masing-masing. Bahkan intensitas komunikasi semakin meningkat. Itulah sebabnya perusahaan telekomunikasi semakin banyak jumlahnya.

Berbeda dengan zaman dahulu dimana komunikasi jarak jauh yang lebih banyak menggunakan surat yang memakai kertas. Tentu akibatnya pesannya tidak sampai secara langsung. Adakalanya berbilang tahun. Kini dengan bermodal mobile telpon sederhana yang terhubung dengan internet pesan-pesan yang kita sampaikan diterima, didengar ataupun dilihat pada saat itu juga.

Dengan perkembangan seperti itu, manusia sebagai makhluk sosial juga semakin mudah untuk mendekatkan diri dengan manusia lain dimanapun. Bahkan petualangan pencarian teman itu dilakukan sampai menembus batas angkasa raya. Maka misi luar angkasa tidak hanya untuk menyelidiki benda-benda langit tapi lebih dari itu untuk menemukan makhluk lain yang dapat dijadikan sahabat.

**
Hubungan persahabatan memang sangat penting. Disamping karena kodrat kita sebagai makhluk sosial juga karena sahabat dapat memberikan energi yang kuat bagi kehidupan kita. Walapun dalam bersahabat kadang-kadang melelahkan dan menjengkelkan, tetapi itulah yang membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah. Persahabatan sering memunculkan beberapa cobaan, tetapi persahabatan sejati bisa menjawab cobaan itu bahkan bisa semakin erat jalinannya.

Untuk sampai kesana persahabatan sejati membutuhkan waktu. Ini diperlukan agar persahabatan dapat diselami bersama. Melalui proses waktu itulah persahabatan menemukan maknanya. Persahabatan tidaklah terjadi secara instan. Laksana kita membuat pisau, maka mula-mula sepotong besi ditempa, dibakar,ditempah lagi kemudian di asah hingga ia tajam. Begitulah kita harus memperlakukan seorang sahabat agar ia tajam dalam nurani dan tindakan.

Hubungan persahabatan pasti mengalami pasang surut. Kita akan mengalami perasaan suka- duka. Kadang merasa dihibur tapi dilain waktu kita merasa disakiti, diperhatikan kemudian dikecewakan, didengar lalu diabaikan, dibantu tapi merasa ditolak, konflik-damai. Tetapi semua ini harus kita maknai sebagai bukan karena sebuah kebencian. Justru karena menjadi seorang sahabat maka kejujuran merupakan pondasi yang utama. Kita tidak perlu menghindari adanya perselisihan hanya untuk menghindari konflik. Sebaliknya kita kita harus memberanikan diri terlibat dalam sebuah persoalan justru karena kasih sayang kita sebagai seorang sahabat.

Sahabat tidak pernah memberikan ciuman disaat kita butuh pukulan, tetapi memberikan pukulan pada saat kita membutuhkan cemeti untuk berubah. Begitulah sejatinya hubungan persahabatan. Persahabatan tidak hanya dibutuhkan justru bila kita dalam kondisi baik-baik saja tetapi lebih dibutuhkan lagi pada saat kita mengalami cobaan dalam kehidupan.

Untuk sampai pada derajat persahabatan seperti di atas kita butuh solidaritas dan soliditas. Dalam hal ini bukan hanya pada saat kita membutuhkan bantuan barulah kita memiliki motivasi mencari perhatian, pertolongan dan pernyataaan kasih dari orang lain, tetapi justru kita harus beriinisiatif sendiri memberikan dan mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh sahabat kita.

Oleh sebab itu rasa rindu harus menjadi bagian dari kehidupan sahabat, tidak ada persahabatan yang diawali dengan sikap mau menang sendiri, lebih mementingkan egonya sendiri.

Apakah kita sudah mendapatkan sahabat seperti itu ? Dan apakah di alam maya ini ada sahabat seperti itu? Kalau anda adalah salah satunya maka mari kita menjalin persahabataan.

Read More..

1/04/2009

Perlu koordinasi dalam pembangunan infrastruktur

Setiap hari saya melewati Jalan Diponegoro di kota Palu. Sebenarnya tidak ada yang istimewa terhadap jalan ini kecuali sebagai jalan poros apabila kita jalan darat menuju Sulawesi Barat. Aspalnya tidak terlalu mulus dan lebarnya pun hanya sekitar 5 meter.

Sepanjang jalan itu belum lama ini, terdapat galian untuk pembangunan kabel serat optik. Belum selesai pekerjaan itu, masih pada jalan yang sama, ada lagi galian untuk pelebaran jalan. Setelah itu mungkin ada lagi galian lain seperti pipa air. Setelah pembangunan pipa air, jalan kemudian dibongkar lagi karena ada pembangunan trotoar. Pohon-pohon disepanjang jalan itu banyak yang ditebang. Tentu ini sangat mengurangi kenyamanan dan sangat mengganggu pelayanan publik.

Saya berikan salah satu contoh. Ketika pelebaran jalan tersebut, mungkin secara tidak sengaja menyebabkan kabel telpon putus. Masyarakat yang masuk dalam area yang dilayani oleh kabel telpon itu tidak bisa berkomunikasi. Belum lagi aliran air juga macet karena pipa bocor terkena alat berat pada saat penggalian. Kecelakaan lalulintas pun kerap terjadi karena terdapat gundukan dan jalan becek akibat tanah galian yang di tumpuk seenaknya.

Kejadian yang sama jamak kita temukan di seluruh penjuru tanah air. Bahkan pola ini telah tercipta sejak negara kita mulai membangun . Yang saya mau katakan adalah pembangunan infrastruktur kita memang tidak pernah terkoordinasi antar instansi. Masing-masing pihak merencanakan secara sendiri-sendiri. Akibatnya pembangunan terjadi tumpah tindih bahkan tidak jarang bertentangan. Alih-alih mendapat kenyamanan, yang diperoleh malah kesemrautan.

Saya jadi heran karena ada lembaga yang khusus berfikir tentang perencaanan. Kalau di pusat namanya Bappenas, di daerah namanya Bappeda. Tugas lembaga tersebut sudah tentu merencanakan apa yang harus dibangun di seluruh tanah air ini. Beberapa bagian dari tugas ini memang sudah dilaksanakan. Yang tidak berjalan optimal adalah koordinasi antara instansi seperti contoh di atas.

Padahal kalau mau disederhanakan, bila perencaanaan kita matang maka pembangunan kita pasti tidak tambal sulam. Biaya pembangunan juga efisien sebab jalan yang sudah mulus tidak akan dibongkar lagi hanya karena misalnya ada pembangunan kabel Telkom. Penggusuran juga tidak akan terjadi karena perencanaan tata ruang kota sudah difikirkan meliputi jangka waktu yang sangat panjang.

Wallahu A'lam.


Read More..

  © Blogger template 'Perhentian' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP