6/22/2009

Pendidikan Demokrasi Di Pesantren

Salah satu tempat yang banyak dikunjungi para capres pada saat kampanye, disamping pasar adalah pesantren. Ada beberapa alasan sehingga pesantren menjadi favorit. Pertama, disamping karena jumlah massa yang banyak, juga massa (pemilih) pesantren itu mudah diarahkan karena relatif patuh pada keputusan kiai.

Kedua, para kiai masih sangat berpengaruh pada sebagian besar masyarakat kita. Sehingga ketika seorang calon sudah didukung oleh kiai berpengaruh maka asumsinya masyarakat juga akan mengikuti pilihan kiai itu.

Ketiga, para kandidat itu ingin meraih simpati dari kalangan islam yang lebih luas. Dengan terbangunnya citra keislaman diharapkan sebagian besar umat islam akan memilihnya.

Pihak pesantren pun biasanya tak kuasa menolak kedatangan para calon itu dengan beberapa alasan baik politis maupun agama. Alasan politis dijelaskan misalnya, kalangan pesantren ingin dekat dengan calon agar ketika berkuasa ada kemudahan komunikasi. Dengan adanya kemudahan ini pihak pesantren mudah merealisasikan kepentingannya.

Sedangkan alasan keagamaan dilandasi oleh sebuah niat untuk silaturahmi yang tulus sesuai dengan ajaran agama karena calon yang bersangkutan bisa diharapkan membawa kepentingan keagamaan.

Tetapi ada juga kalangan tertentu masyarakat kita menilai, bahwa kunjungan ini para calon ini hanya untuk memanfaatkan kalangan pesantren untuk kepentingan politis jangka pendek. Ini memang sebuah hal yang tidak bisa dibantah. Faktanya, hubungan yang intensif dengan kalangan pesantren hanya pada saat menjelang pemilu. Setelah pemilu, kalaupun ada kunjungan maka itu dilakukan dengan formalitas keprotokoleran yang kaku.

Sekolah Demokrasi

Terlepas adanya alasan-alasan diatas, penulis menilai kunjungan ke pesantren itu perlu dan sangat penting. Walaupun bisa saja hanya sebagai strategi dan taktis politik tetapi juga dapat berdampak pada pemahaman demokrasi dikalangan pesantren yang semakin kuat. Ini penting bagi kehidupan demokrasi demi sistem politik yang sesuai dengan konstitusi bangsa.

Pemahaman demokrasi bagi pendidikan di pesantren sebagaimana juga pendidikan secara umum sesungguhnya relatif baru. Karena itu kultur demokrasi pendidikan di pesantren belum terbangun secara utuh. Misalnya terlihat pada kepemimpinan pesantren yang bersumber pada kiai kharismatis secara turun-temurun.

Memasukkan sistem dan nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan pesantren saat ini merupakan persoalan subtansial. Alasannya seperti pengamatan Prof. Drs. A. Malik Fajar, M.Sc, beberapa pesantren yang ada pada saat ini, masih saja secara kaku (rigid) mempertahankan pola salafiyah yang dianggapnya masih sophisticated dalam menghadapi persoalan eksternal. Padahal menurutnya, sebagai suatu institusi pendidikan, keagamaan, dan sosial, pesantren dituntut melakukan kontekstualisasi tanpa harus mengorbankan watak aslinya. Kenapa ini bisa terjadi, menurut Prof.Drs. Malik Fajar, karena segi kepemimpinan pesantren secara kukuh masih terpola dengan kepemimpinan yang sentralistik dan hirarkis yang berpusat pada satu orang kiai. Dan pada gilirannya akan berdampak pada manajemen yang otoritarianistik yang tidak sesuai dengan manajemen demokratis.

Bila kita ingin membangun demokrasi secara subtantif maka harus diawali dari seluruh sistem dan institusi pendidikan. Karena dari pendidikan inilah yang akan menyebarkan nilai-nilai demokrasi ke seluruh penjuru kehidupan masyarakat. Caranya bisa ditempuh dengan membawa semangat demokrasi tersebut dalam perencanaan, pengelolaan dan evaluasi penyelenggaraan pendidikan.

Dalam konteks ini, sekolah-sekolah yang berbasis pesantren perlu dikembangkan sekolah berbasis demokrasi. Menurut James A Beane dan Michael W Apple (1997) sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, kondisi-kondisi yang ditempuh untuk mengembangkan sekolah demokratis itu antara lain adalah:
pertama, keterbukaan saluran ide dan gagasan, sehingga smua orang bisa menerima informasi seoptimal mungkin.

Kedua, memberikan kepercayaan kepada individu-individu dan kelompok dengan kapasitas yang mereka miliki untuk menyelesaikan berbagai persoalan sekolah.

Ketiga, menyampaikan kritik sebagai hasil analisis dalam proses penyampaian evaluasi terhadap ide-ide, problem dan berbagai kebijakan yang dikeluarkan sekolah.

Keempat, memperlihatkan kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain dan terhadap persoalan-persoalan publik.

Kelima, ada kepedulian terhadap harga diri, hak-hak individu dan hak-hak minoritas.

keenam, pemahaman bahwa demokrasi yang dikembangkan belumlah mencerminkan demokrasi yang diidealkan, sehingga demokrasi harus terus dikembangkan dan bisa membimbing kesuluruhan hidup manusia.

Ketujuh, terdapat sebuah institusi yang dapat terus mempromosikan dan mengemban cara-cara hidup demokratis.

Dengan adanya pandangan demokrasi yang kuat bagi kalangan pesantren maka juga bisa diharapkan lebih jauh terhadap adanya pemahaman lebih lanjut mengenai kompatibilitas islam dengan demokrasi. Sebagaimana dimaklumi masih saja terdapat kalangan islam yang tidak menyetujui adanya proyek demokrasi sehingga tetap menyuarakan pentingnya pemberlakuan syariat islam.

0 komentar:

  © Blogger template 'Perhentian' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP