7/14/2009

Politik Setelah Pilpres 2009

Calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan, jika benar terpilih menjadi presiden RI, dirinya terbuka akan kemitraan dengan capres Megawati Soekarnoputri dan M Jusuf Kalla (Kompas.com)

"Kami ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Megawati Soekarnoputri dan Bapak Prabowo Subianto atas upaya beliau menyampaikan opsi (kebijakan) yang saya kira sangat penting untuk dipertimbangkan bagi rakyat kita, dan kami juga ingin menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada Bapak Jusuf Kalla dan Bapak Wiranto yang juga menyampaikan pilihan-pilihan kebijakan yang penting untuk jadi pertimbangan kami di waktu-waktu yang akan datang. Ini seandainya kami mendapatkan amanat,"(Kompas.com)

Dua kutipan di atas terasa melegakan setelah kita menyaksikan sengitnya pertarungan politik pada masa kampanye pilpres. Dalam masa kampanye itu saling sindir, ejekan bahkan kampanye hitam dilakukan oleh semua tim kampanye. Kini semua sudah berakhir dan baru saja bangsa Indonesia memberikan suaranya pada pilpres 2009.

Meskipun prediksi pemenang sudah diketahui melalui hitung cepat, masing-masing pasangan tampaknya masih menahan diri untuk menyatakan diri sebagai pemenang maupun pihak yang kalah. Melalui Beberapa lembaga yang melakukan hitung cepat diketahui presentase kemenangan tertinggi diraih oleh pasangan SBY-Boediono.

Sambil menunggu penetapan secara resmi barangkali kita musti urun rembuk dalam memikirkan bagaimana bangsa ini setelah pilpres itu. Kita bisa mengatakan bahwa satu langkah politik telah berhasil kita lewati dengan aman dan damai. Kini kita melangkah ke tahapan selanjutnya yakni bagaimana bekerja untuk memenuhi segala aspirasi rakyat sebagaimana telah dijanjikan selama kampanye.

Pada tahapan ini pasti lebih sulit karena titik beratnya adalah pemecahan masalah. Lain dengan pada masa kampanye yang hanya mengandalkan pencitraan, retorika prestasi dan janji. Karena itu pihak yang kalah pun harus mengambil bagian pada tahapan ini.

Kerangka kerja makro aspirasi rakyat itu sebenarnya telah tercantum dalam visi-misi, flatform dan agenda program. Inilah yang pada masa kampanye dipasarkan ke publik. Meskipun pada dasarnya dokumen ini mengikat namun sejatinya tetap terbuka diajukan sejumlah penyempurnaan. Dalam konteks ini tidak seharusnya dilakukan pembatasan terhadap adanya ide atapun masukan baru terhadap flatform itu apabila ada yang lebih sesuai dengan kepentingan rakyat. Inilah titik kompromi yang melampui kepentingan dan ego masing-masing.

Pemerintahan baru ke depan kita harapkan akan mengarah pada pola take and give tersebut. Dan kita patut lega karena bibit-bibitnya baru muncul dari kutipan pernyataan di atas. Bagi pihak yang dinyatakan menang memang harus selalu terbuka menerima masukan, karena seperti dikatakan Boediono, hal ini akan meningkatkan mutu demokrasi.

Kompromi Program

Dalam menjalankan pemerintahan lima tahun kedepan sejatinya pasangan SBY-Boediono harus mengambil beberapa ide dan program yang dimiliki oleh pasangan JK-Wiranto maupun Mega-Prabowo. Misalnya ide tentang kemandirian ekonomi.

Dalam masa kampanye tekanan isu pada kemandirian ini terlihat minim pada pasangan SBY-boediono. Padahal isu ini penting untuk mengurangi ketergantungan bangsa kita pada negara lain. Saatnya kita meminimalkan pinjaman utang dari luar negeri.

Begitupun beberapa program dari pasangan lain bisa melengkapi program yang sudah dicanangkan oleh pasangan pemenang. Misalnya, pemberdayaan ekonomi pemuda dengan cara menyediakan kredit murah dari JK-Wiranto juga seharusnya menjadi prioritas untuk dilaksanakan.

Program-program pro rakyat kecil yang menjadi tekanan isu pasangan Mega-Pro juga harus menjadi perhatian. Misalnya tekanan Megawati pada pemenuhan sembako murah bagi rakyat.
Ini juga harus harus dapat dilaksanakan oleh pasangan terpilih agar rakyat kecil tidak kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Ini sekedar menyebutkan beberapa contoh saja. Tentu masih banyak yang lain.

Negarawan

Pada saat akhir dari sebuah pertarungan politik yang sengit biasanya kita menuntut para politisi untuk bersikap sebagai negarawan. Namun definisi tentang negawaran belumlah terlalu jelas maksudnya. Tetapi satu hal yang disepakati adalah bahwa negarawan itu adalah sosok manusia yang memiliki visi yang berorientasi jangka panjang.

Negarawan lebih mengutamakan kesejahteraan bersama dibanding kesejahteraan pribadi dan golongan. Dia juga berlaku egaliter, adil dan mengayomi semua golongan dan komponen bangsa. Sikap-sikap tersebut mampu dibuktikan melalui komitmen pada perilaku sosial ekonomi, budaya dan politiknya.

Apabila pasangan yang kalah tersebut memang bersifat negarawan, dengan adanya kompromi program pasti mengobati kekecewaan. Karena bagi yang bersikap negarawan pastilah rakyat yang utama.

Bagi negarawan boleh saja mereka kalah memperebutkan kekuasaan tetapi ide dan keinginan mereka untuk melaksanakan cita-cita negara berupa adanya keadilan dan kesejahteran jangan sampai terhambat dan tidak dilaksanakan. Dan siapapun yang melaksanakannya adalah tidak penting.

0 komentar:

  © Blogger template 'Perhentian' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP