5/18/2009

Neo-lib VS Kerakyaktan: Hanya Isu Pragmatis

Saya tidak meyakini bahwa pilihan isu antara ekonomi neo-lib dan isu kerakyatan oleh partai-partai pengusung pasangan calon presiden didasari oleh muatan ideologis tertentu. Saya justru menduga isu ini hanyalah pilihan praktis dan pragmatis saja. Dugaan ini berasal dari kenyataan:

Pertama, tidak ada partai yang konsisten dengan ideologinya sendiri. Buktinya partai yang berideologi nasionalis juga meniupkan isu-isu keagamaan. Partai Golkar yang Nasionalis misalnya, tetap saja membentuk organisasi sayap agama (Al-Hidayah) di dalamnya. Begitupun partai yang berasaskan agama seperti PKS juga mengenalkan kepada publik sebagai partai terbuka.

Kedua, pilihan koalisinya tidak konsisten. Baik partai-partai nasionalis maupun islam tidak ada yang membentuk poros koalisi masing-masing. Semua tergabung dan tercampur tanpa batasan ideologi yang mereka yakini. Yang menentukan pilihan koalisi itu semua bersifat pragmatis.

Fakta bahwa adanya pengaruh ideologi tertentu yang dianut oleh sebuah negara mungkin banyak yang terbukti. Misalnya, liberalisme dan kapitalisme di Amerika memberi pengaruh kuat pada seluruh formasi sosialnya. Dengan kata lain ideologi itu memang berpengaruh secara optimal dengan membentuk pandangan hidup masyarakatnya.

Tetapi yang terjadi di negara kita saat ini belum seperti di Amerika. Hal ini karena dominannya kepentingan pribadi atau kelompok pada sebuah kekuasaan. Inilah salah satu faktor yang menghalangi dan menghambat beroperasinya kepentingan ideologis tersebut. Dan inipulah yang menghalangi tercapainya cita-cita kebangsaan kita.

Yang mau saya katakan pada poin di atas adalah tidak usah terlalu kuatir pada isu-isu yang dikemukakan oleh pengamat dan para aktivis partai sendiri. Baik isu ekonomi neolib maupun kerakyatan pada hakekatnya hanyalah untuk kepentingan praktis berupa kekuasaan saja. Ketika kekuasaan sudah dalam genggaman maka berakhirlah semua isu itu. Yang tertinggal adalah bagaimana menggunakan kekuasaan itu “sebaik-baiknya”.

Oleh karena itu, yang kita perlu awasi adalah proses, cara, dan kepada siapa kekuasaan itu akan digunakan. Bila kekuasaan itu diperoleh cara-cara yang tidak adil dan melanggar prinsip-prinsip demokrasi maka seharusnya diprotes secara keras. Begitupun kalau penggunaanya hanya untuk kepentingan pribadi,kelompok atau lebih-lebih kepada bangsa lain, ini juga harus ditolak.

Tetapi saya setuju bila merebut kekuasaan harus dengan cara praktis saja. Hal ini didasari atas pengalaman bahwa semakin lama proses-proses politik itu berlangsung akan semakin mahal ongkos materi dan sosialnya. Akibatnya terlalu besar energi yang dihabiskan oleh bangsa ini hanya untuk kepentingan politik saja. Padahal dalam era reformasi menuju transformasi bangsa yang lebih modern dan bermartabat ini, banyak hal yang harus kita kejar kemajuannya. Antara lain , kita butuhkan cara-cara berpolitik yang efektif dan efisien. Lambat yang disertai dengan tindakan yang kurang tepat dan efisien justru akan menimbulkan ketertinggalan.

Memang untuk mencapai cara-cara berpolitik yang efektif itu pasti membutuhkan waktu lama. Karena itu, para politisi harus mengajarkan cara berpolitik yang sehat dan rasional dengan cara “mencicil”kepada bangsa ini. Tidak boleh secara instan. Artinya bangsa ini harus dibiasakan melihat bahwa politik itu adalah yang biasa, business as usual. Tidak seperti saat ini dimana partai-partai politik mengurus konstituennnya hanya kalau ada pemilu. Rakyat semua ribut politik bila ada pemilu. Seakan-akan semua aktivitas terhenti bila ada aktivitas pemilu. Dampaknya seperti yang kita saksikan. Segala cara dilakukan agar bisa meraih suara konstiuen, termasuk cara-cara yang bertentangan dengan aturan yang berlaku.

Padahal ada cara lain yang lebih efektif dan efisien. Yakni dengan memberikan pemahaman terhadap berbagai aspek dari politik itu. Partai-partai harus bisa meyakinkan pemilihnya dari awal berupa adanya kesadaaran politik yang rasional. Jadi masyarakat sudah tahu dari awal bahwa Partai ini punya ideologi A, konsekuensinya begini, dampaknya begitu dan seterusnya. Sampai pada pemilu tidak ada lagi persoalan ideologi, figur dan lain sebagainya. Seluruh rakyat sudah tahu rekam jejaknya.

Karena hal-hal tersebut belum maksimalkan dilakukan, maka agenda rakyat seluruhnya adalah mengawasi orang-orang yang diberi kekuasaan itu terus menerus agar mereka tidak menyalahgunakan kekuasaannya. Sekaligus rakyat harus menagi janji pada saat kampanye mereka. Wallahu A’lam.

1 komentar:

blognya Yopi

aku setuju, yang penting bagaimana menggunakan mashab ekonomi itu untuk kepentingan rakyat

  © Blogger template 'Perhentian' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP