5/02/2010

Ukuran Moralitas Pemimpin Politik

Dalam artikel terdahulu saya sudah jelaskan sepintas bagaimana kita seharusnya menilai pemimpin. Saya sebutkan dalam artikel itu bahwa kita harus menilai secara kritis terhadap calon. Yang perlu kita garis bawahi adalah bagaimana ambisi dari sang calon. Apakah ambisinya itu benar-benar mau diperuntukkan untuk membangun masayarakat ataukah hanya untuk memperkaya pribadinya saja. Yang kita butuhkan adalah figure seorang negarawan, yakni tokoh dengan integritas tinggi, yang mengabdikan tenaga dan fikirannya untuk kemajuan negaranya. Disini kita berhadapan dengan sebuah penilaian atau judgment. Dalam kerangka itu ada pertanyaan, sejauh mana seperti masalah moral, ambisi, karakter dapat diukur? Bukankankah hal-hal tersebut sangat bersifat subjektif dan kabur?

Berhadapan dengan gugatan dan pertanyaan demikian, saya teringat pada mata pelajaran penelitian yang berkaitan dengan data kualitatif dan kuantitatif. Sejauh yang dijarakan di sekolah, data kualitatif adalah data yang disajikan dalam bentuk kata-kata yang mengandung makna. Bisa berupa konsep, gambar atau persepsi. Data yang bersifat kualitatif mempunyai sifat-sifat seperti menyeluruh, dinamis, tidak bisa dipisahkan, terikat dengan konteks dan waktu dan sebagainya. Saat ini dengan metode statistik yang canggih data-data kualitatif itu sudah bisa dikuantifikasikan. Misalnya saja, sejauh mana calon pemimpin itu mempunyai moral tanggungjawab bisa kemudian dikuantitatifkan.

Kita ambil saja sebuah contoh. Taruhlan yang mau kita nilai berkaitan dengan moralitas kepemimpinan. Tentu saja data-yang disajikan bersifat kualitatif. Tentang hal ini, kita tengok sejenak filsafat moral yang di jelaskan oleh Immanuel Kant. Dalam sebuah blog terbaca demikian, “Dalam bukunya Critique of Pure Reason, ide-ide moral Kant terfokus pada sebuah pertanyaan ‘Apa yang harusnya saya lakukan?’ Untuk menjawab hal ini, Kant menggunakan metode pemeriksaan atas status penilaian etis (ethical judgment). Dengan metode tersebut, Kant menyimpulkan bahwa apa-apa yang ‘seharusnya’ dilakukan mesti didasarkan pada suatu hukum umum yang dapat diterapkan di semua lapisan masyarakat.

Dengan perkataan lain, apa yang harus kita lakukan, dan dengan itu kita dapat disebut bermoral, harus dipertimbangkan dari ‘apa yang akan terjadi bila setiap orang melakukan apa yang kita lakukan’. Inilah prinsip ‘perintah kategoris’, yakni prinsip dasar moralitas yang akan memampukan manusia (dengan menggunakan akal) untuk menyelesaikan permasalahan moral.

Jika kita aplikasikan pada konteks pemimpin dan kekuasaan, maka salah satu tindakan pemimpin yang dapat disebut bermoral adalah menjalankan kekuasaannya demi kebaikan seluruh masyarakat. Atau, pemimpin tidak bermoral adalah mereka yang menghabiskan dana negara untuk kebutuhan sekunder (seperti mobil, pakaian dinas ataupun alokasi makan-minum pejabat), dibanding untuk memenuhi kepentingan masyarakat.

Oleh karena itu, apabila pemimpin memerintah untuk kepentingan (kelompok) sendiri, ataupun berbuat sesuatu yang ‘seharusnya’ tidak dilakukan, maka kita dapat memberi label mereka sebagai pemimpin yang tidak bermoral. Seperti model ‘perintah kategoris’-nya Kant, apa jadinya jika semua pemimpin koruptif, dan menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan sendiri?

Melalui etika Kantian, ukuran integritas moral dan kebaikan seorang pemimpin, ditentukan dari apa yang dilakukan pemimpin tersebut dikaitkan dengan kebaikan intrinsik dan kesesuaian pada ekspektasi rakyat. Model etika Kantian sejatinya dapat digunakan sebagai ukuran integritas moral para pemimpin dan penguasa di negeri kita”. (http://heilraff.blogspot.com/2008/02/integritas-kepemimpinan.html).

Dalam aplikasinya sehari-hari bisa dikongkritkan dengan sikap-sikap seperti empati. Pasti tidak sulit untuk mengaplikasikan sikap empati. Bila masyarakat menghadapi penderitaan, maka pejabat itu akan cepat mengerahkan segala sumberdaya untuk menolong masayarakat . Fungsi pemerintah demokratis adalah memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya pada masayarakat.

Sedikit penjelasan tentang ukuran dan standar moral itu kiranya bisa membawa kita memperluas cakrawala pada hal-hal yang lain. Yang jelas masyarakat juga pasti mempunyai common sense, bagaimana menetapkan penilaian kepada para pemimpinnya.Wallahu A'lam

0 komentar:

  © Blogger template 'Perhentian' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP