2/01/2007

Menuju Indonesia Yang Bebas Dari Negativitas

Sebuah modal sosial yang harus kita syukuri sebagai bangsa adalah Indonesia dalam tahap pertumbuhan dan perkembangannya saat ini telah sukses menjadi sebuah bangsa yang dapat dikenali secara khas Indonesia. Walaupun demikian, melalui sebuah garis kontinum sejarah, bangsa Indonesia tetap dikatakan sebagai bangsa yang terus berproses dalam penjadian diri ( a nation in making). Karena itu dalam prosesnya kemudian terdapat berbagai konsekuensi sejarah lalu yang jauh, masa kini dan masa depan selalu menyertainya. Sejarah tidak mengikuti garis linier tetapi ia bergerak dalam fluktuasi yang beraturan.


Indonesia yang dijumpai saat ini adalah hasil olahan sejarah dengan segala dinamika perkembangannya sendiri. Bila kita menginginkan Indonesia dalam performa terbaiknya maka kita harus mengenali kekuatan, hambatan, kelemahan dan peluang dalam berbagai dimensi dan aspeknya. Tugas kita sebagai anak bangsa adalah harus mampu memberikan arahan (sense of direction) dalam mencandra hal-hal yang positif maupun negatif tersebut agar bangsa ini tetap dalam rel perjalanan pertumbuhannya yang positif dan lurus (Ihdinasirathal Mustaqim).
Semua itu diawali dengan pengenalan kemudian dilanjutkan dengan tahapan pencandraan melalui serangkaian kegiatan berfikir. Dalam terminologi Al-Qur’an aktivitas yang demikian itu disebut Iqra’. Output dari berfikir akan lahir sebuah ide dan gagasan. Dengan gagasan itulah kemudian kita memulai tindakan. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa bangsa yang maju adalah bangsa yang mampu berfikir cerdas tentang masa depannya. Melihat realitas bangsa Asia pada ukuran kemajuannya saat ini, Kishore Mahbubani, mantan duta besar Singapura untuk PBB misalnya, dalam sebuah buku provokatifnya, mempertanyakan kemampuan berfikir bangsa Asia (termasuk Indonesia) sehingga mereka pada umumnya tertinggal dari bangsa Eropa dan Amerika.
Disamping faktor yang disebutkan di atas tentu banyak sekali faktor lain yang turut mempengaruhi perkembangan dan kemajuan suatu bangsa. Bagi bangsa kita peristiwa sosial politik dalam lingkup nasional, regional maupun Internasional memiliki kaitan yang erat dengan tahapan perkembangan tersebut. Masa transisi yang kemudian disertai krisis multidemensi masih kita rasakan sampai saat ini.Jika masa-masa ini tidak bisa kita segera carikan obat mujarabnya maka penderitaan kita berupa adanya disharmony sosial masih lama. Tertib sosial yang menjadi implikasi negara demokratis masih berupa cita-cita yang belum terwujud dalam waktu dekat.
Dari pengamatan yang lebih dari sekedar common sense, setidaknya ada empat masalah besar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini. Pertama, banyaknya konflik yang terjadi maupun yang berpotensi terjadi diberbagai daerah. Ini adalah konsekuensi dari sebuah bangsa yang besar dan majemuk. Bila melihat sebab-sebab konflik di semua daerah semuanya berkisar pada masalah ekonomi, sumberdaya alam, agama, politik dan kesukuan. Konflik Aceh misalnya sebabnya adalah pengelolaan sumber daya alam yang dirasakan tidak adil disamping masalah politik. Sedangkan Konflik Poso dan Ambon lebih disebabkan oleh politik yang kemudian merembet ke masalah agama.
Kedua, terorisme. Terorisme di Indonesia telah berhasil memanifestasikan dirinya melalui serangkaian pembunuhan, pengeboman, dan aksi teror. Sebutlah bom Bali, Marriot, Tentena, Palu, dan daerah lain. Jaringannya pun disinyalir oleh pihak keamanan telah terbentuk dengan rapi, terkoneksi dengan jaringan terorisme internasional. Bahkan teroris telah mampu menancapkan ideologinya kepada masyarakat tertentu sehingga ada beberapa orang yang telah bersedia dipakai sebagai martir bom bunuh diri. Bila kesadaran ideologi seperti ini telah tertanam jauh dalam maindset masyarakat luas maka sangat berbahaya sekali.Bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi seperti Irak saat ini dimana hampir setiap hari terjadi bom diri.
Ketiga, korupsi. Masalah korupsi merupakan masalah yang setiap hari kita temukan di lingkungan masyarakat kita. Mental korupsi telah menjadi struktur kesadaran baru di bangsa kita. Tidak heran masalah korupsi ditemukan pada pejabat tinggi sampai pejabat paling rendah, mulai dari strata ekonomi bawah maupun atas, mahasiswa, pemuda, mentri, pengusaha dan berbagai macam profesi. Ini sungguh sebagai sebuah paradoks bagi bangsa yang menyatakan diri sebagai negara hukum dan beragama.
Ke empat, narkoba. Di semua daerah di Indonesia telah ditemukan narkoba. Peredarannya telah sangat luas yang disebarkan oleh jaringan yang sangat rapi dalam sekala nasional dan internasional. Bahkan pabrik narkoba berupa pabrik pil ekstasi telah ada di Indonesia bahkan termasuk yang paling besar di dunia. Peredaran narkoba telah menjangkiti semua lapisan masyarakat terutama generasi muda. Narkoba merupakan bisnis besar, karena itu pengusaha dan pengedar narkoba tidak jera menjalankan aksinya walaupun beberapa diantaranya telah dihukum mati.
Pada tataran epistimologi kefilsafatan semua yang disebutkan diatas adalah negativitas yang merupakan lawan positivitas. Bila positivitas merupakan modal sosial, negativitas bersifat merusak, dalam hal ini merusak modal berbangsa. Negativitas bukan hanya menyangkut sikap dan prilaku tetapi ia melampaui sikap dan prilaku, yakni sebagai sesuatu yang memungkinkan sikap, prilaku dan pengalaman itu sendiri, tulis F. Budi Hardiman dalam sebuah bukunya. Jadi ia sebuah destruksi, atau sebuah ekspresi fenomenal dari negativitas. Oleh karena itu ia mendifisitkan positivitas.
Kita harus menyelamatkan Indonesia dari destruksi akibat negativitas tersebut. Negara ini harus tetap berdiri kokoh-kuat dalam durasi masa yang panjang. Bagi kita orang muda, harus ditimbulkan kesadaran pertautan hari ini dan masa depan. Saatnya orang muda tampil dalam berbagai perannya yang memberikan efek pengaruh positif dalam kehidupan kenegaraan.
Kita harapkan dari peran yang ada saat ini lahir karya dan gagasan-gagasan baru yang visioner sebagai bentuk solusi implementatif bagi permalsahan bangsa. Supaya Indonesia bisa lepas dari jeratan negativitas yang telah menghancurkan sendi-sendi berbangsa dan bernegara.


0 komentar:

  © Blogger template 'Perhentian' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP