Marketing Politik Dalam Pilkada Kota Palu
Tiba-tiba saja seorang bakal calon yang bagi sebagian besar masyarakat Kota Palu mungkin tidak begitu dikenal. Karena beliau bukan pejabat ataupun tokoh publik. Lagi pula selama ini beliau tinggal di daerah lain. Tetapi saat ini mungkin sebagian besar warga kota mengenalnya. Alat peraga kampanyenya berupa baliho, spanduk, iklan di media cetak memenuhi ruang publik kota. Itu adalah salah satu contoh bagaimana cara kerja menjual produk politik-dalam hal ini kandidat walikota- kepada masyarakat pemilih. Ilmu menjual dan mamasarkan produk politik itu lazim disebut marketing politik.
Tentang marketing politik ini, biarkan salah satu ahlinya yaitu DR.Firmanzah, penulis buku Marketing Politik, berbicara langsung kepada anda seperti ini:
Marketing Politik memiliki peran yang ikut menentukan dalam proses demokratisasi. Di engara-negara maju, partai-partai politik mengerahkan kemampuan marketing mereka untuk sebanyak mungkin merebut konstituen. Berbagai tehknik yang sebelumnya hanya dipakai dalam dunia bisnis sekarang telah dicangkokkan ke dalam kehidupan politik. Semakin canggih tekhnik marketing yang diterapkan dalam kehidupan politik. Para anggota tim sukses berusaha” menjual” jago mereka dengan berbagai cara yang sering kali kita rasakan tidak ada bedanya dengan mengiklankan produk di media, mempromosikan outdoor dan indoor. Segala taktik dipakai agar rating jago mereka tinggi dan rakyat memilihnya dibilik-bilik suara. Selain itu, marketing politk dapat memperbaiki kualitas hubungan antara konstestan dan pemilih. Pemilih adalah pihak yang harus dimengerti, dipahami, dan dicarikan jalan pemecahan dari setiap permasalahan yang dihadapi. Marketing politik meletakkan bahwa pemilih adalah subyek, bukan objek manipulasi dan eksploitasi( M. Alfan Alfian, 2009).
Marketing Politik memang sangat dibutuhkan dalam sistem pemilihan langsung seperti sekarang. Sadar akan pentingnya marketing politik itu, maka saat ini kandidat tidak segan-segan mengeluarkan uang yang sangat banyak untuk menyewa lembaga konsultan professional yang memang mengurusi hal tersebut. Kita kenal beberapa lembaga di Indonesia seperti Lingkaran Survey Indonesia, Fox Indonesia, Polmark Indonesia dan sebagainya.
Prinsip-prinsip marketing bisnis pada umunya juga berlaku pada pada marketing politik. Hanya saja dalam pemasaran politik yang dijual adalah orang dan kebijakan politik. Untuk mendalami hal ini saya sarankan baca saja buku Marketing Politik DR.Firmazah dan sejenisnya.
Menggunakan marketing politk untuk menaikkan citra memang penting tetapi kalau citra yang dibangun tidak objektif, palsu dan tidak tidak autentik justru akan memukul balik kandidat sendiri. Tentang pencitraan yang berlebihan ini, Moh.Subari yang dikenal sebagai seorang budayawan pernah mengkritik demikian : “maka suatu citra dibuat. Ilmu pengetahuan dan tekhnologi komunikasi bisa membuat seseorang tampak lebih unggul dari yang lain. Karena itu, dalam pilkada atau pemilu Siunggul buatan dan palsu inilah yang menang.
Ilmu manipulatif itu bisa membuat seorang tokoh otoriter dan rasis menjadi seolah begitu demokratis dan peduli pada kemanusiaan.Tokoh-tokoh yang tidak tahu apa-apa tentang dunia anak dan tokoh yang sectarian,fanatic dan memuja kekerasan,bisa dicitrakan sebagai seorang yang toleran,inklusif dan akomodatif terhadap pluralitas kebudayaan (M.Alfan Alfian, 2009).
Nah, dalam pilkada kota palu kita harapkan tidak terjadi pencitraan yang demikian. Kita harapkan setiap kandidat tampil apa adanya. Apa yang ditampilkan dan dikatakan adalah yang sudah kerjakan dan bisa dikerjakan. Karena seperti kata Firmazah, pemilih adalah subyek dan bukan obyek yang dapat di manipulasi dan di ekspolitasi. Hanya dengan begitu produk pemimpin yang dipilih secara langsung itu mempunyai basis legitimasi moral yang benar.
Wallahu A'lam.