4/30/2009

Masalah Indonesia adalah masalah mikro, bukan makro

Indonesia mempunyai masalah mikro bukan makro. Karenanya Presiden ataupun para wakil rakyat dalam berbagai tingkatannya yang akan dilantik nanti harus memperhatikan masalah-masalah mikro itu. Tidak boleh terfokus pada masalah-masalah makro. Pertumbuhan ekonomi misalnya jangan dilihat dari kerangka makro saja.



Maksud saya, misalnya kalau bicara kemiskinan harus dilihat detailnya. Nama-nama orang miskin di setiap desa harus diketahui. Setiap nama itu harus pula dicatat latar belakangnya supaya bisa diberikan solusi yang tepat untuk mengurangi kemiskinannya. Dan harus pula evaluasi kondisinya dari hari ke hari. Dan seterusnya .Jadi kalau membicarakan kemiskinan tidak boleh lagi hanya mengetahui angka prosentasenya saja.

Begitupun kalau berbicara pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tidak boleh lagi hanya angka- angka makro. Harus bisa dilihat pertumbuhan ekonomi secara terinci mulai dari desa hingga nasional. Kita tidak mau lagi angka pertumbuhan makro bagus tetapi kalau dilihat realitasnya pada masyarakat ternyata tidak mengalami pertumbuhan.

Untuk itu setiap struktur pemerintahan mulai yang paling bawah harus punya data-data yang sangat detail dan up to date. Tidak seperti saat ini dimana stastik kita hanya mengambil data-data yang sangat umum dan itupun sudah kadaluarsa dan tidak lengkap.

Pemerintah harus bisa bekerja keras dengan mengoptimalkan kerja aparatnya. Saat ini masih belum optimal, birokrasi belum melayani dengan baik. Pemerintah harus melakukan reformasi birokrasi secepatnya agar setiap warga dapat terlayani dengan baik. Pensiunkan dini aparat yang tidak produktif. Ganti dengan yang lebih produktif. Ukuran kerja harus dinilai dari produktifnya bukan dari segi lamanya dia bekerja atau kepangkatan. Bagi yang bekerja lebih produktif berikan insentif dan gaji yang lebih besar.

Pendidikan harus menjadi prioritas. Semua anak Indonesia minimal harus lulusan sekolah lanjutan tingkat atas. Biaya mahasiswa di universitas di seluruh Indonesia digratiskan.

Semua ini diperluakan dana yang besar. Karena itu diperlukan sumber-sumber keuangan baru. Saatnya semua perusahaan asing yang lebih banyak menguras sumber daya alam kita diambil alih. Birokrasi juga harus efisien dan produktif. Tidak ada toleransi bagi siapapun yang melakukan korupsi sekecil apapun korupsinya.

Hanya dengan itulah kita bisa meyelesaikan setiap masalah mikro tadi. Tetapi apakah pemerintah mampu melakukan itu? Bagi saya tidak ada yang tidak bisa asal kita semua punya komitmen dan tanggungjawab yang sungguh-sungguh pada setiap masalah secara bersama. Wallahu A'lam.

Read More..

4/29/2009

Menyoal Pendidikan Politik Partai- Partai Kita

Dalam berbagai pendapat yang dikemukakan masyarakat disebutkan misalnya bahwa pendidikan politik kita belum mencapai pada level yang diharapkan yakni, terbangunnya wawasan dan praktek politik yang rasional dan beradab pada sebagaian besar masyarakat kita. Sinyalemen tersebut bisa dicermati pada satu aspek dalam politik yaitu memilih calon legislatif ataupun eksekutif.

Dalam berbagai jajak pendapat terlihat bahwa preferensi orang memilih seorang kandidat tidak terlepas dari faktor-faktor seperti, kesukuan atau kedaerahan, bentuk fisik (cantik, tampan), memberikan fasilitas (uang dan atau fasilitas lain), sekeyakinan agama, sejarah masa lalu, iklan dan seterusnya.


Masyarakat memilih yang didasarkan pada visi-misi atau flatform jumlahnya masih sedikit. Padahal kebutuhan bangsa saat ini adalah lahirnya pemimpin-pemimpin bangsa yang mempunyai kualitas yang baik. Pemipmpin-pemimpin bangsa seperti itu hanya bisa lahir dari masyarakat politik yang rasional dan cerdas yang menjatuhkan pilihan-pilihan politiknya pada kandidat-kandidat yang memang diakui memiliki SDM secara politik.

Dengan sinyalemen inilah sebenarnya kita harus mengajukan pertanyaan judicial tentang sejauh mana efektivas pendidikan politik yang dilakukan oleh partai-partai saat ini? Apakah partai-partai itu telah melakukan pendidikan politik yang benar ataukah partai-partai tidak memberikan kontribusi pada tumbuhnya kecerdasan politik masyarakat sehingga taraf kecerdasan umum dalam politik belum begitu jauh?

Jawab atas pertanyaan ini bisa ditelusuri setidaknya pada program partai-partai itu ataupun sikap-sikap para pemimpinnya dalam merespon suatu peristiwa politik.

Jika ditelusuri pada program maka kita akan mendapati bahwa sebagian besar program partai hanya bertujuan untuk memenangkan kekuasaan politik. Hal ini memang wajar. Karena salah satu fungsi partai adalah merebut kekuasaan politik. Tetapi fungsi partai tidak hanya itu. Partai juga berfungsi untuk memberikan pendidikan politik yang berkualitas pada masyarakat. Dengan demikian, mengingat partai bertanggungjawab untuk mengoperasikan demokrasi dengan baik maka semestinya fungsi untuk memberikan pendidikan politik yang sehat tidak bisa diabaikan begitu saja.

Konsekuensi dengan berfokus pada program untuk pemenangan kekuasaan politik maka program partai pasti lebih banyak yang besifat pragmatis jangka pendek. Urusan bagaimana terbangunnya kesadaran politik yang rasional pada masyarakat menjadi terabaikan. Padahal untuk pembangunan demokrasi subtantif dalam jangka panjang yang dibutuhakn adalah kesadaran politik yang rasional.

Pada sisi lain, melalui para pemimpin politik sangat jarang memperlihatkan sikap-sikap kenegarawanan. Walaupun para politisi selalu berlindung pada retorika "untuk kepentingan bangsa dan negara, yang sebenarnya adalah ego kepartaian atau kelompok saja.

Bila program partai dan para politisi masih seperti digambarkan itu maka kita tidak bisa mengharapkan terbangunnya kecerdasan politik yang rasional dalam masyarakat. Pada urutannya justru akan lahir para politisi yang tetap akan membela hanya kepentingannya saja. Para politisi juga tidak bisa menyalahkan apabila masyarakat semakin tidak percaya kepada politik dan politisi.Wallahu A'lam.

Read More..

  © Blogger template 'Perhentian' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP