2/27/2008

Menyikapi Peran Laki-laki dan Perempuan.


Sering kali kita mendiskusikan tentang bagaimana sebaiknya pembagian peran antar laki-laki dan perempuan. Tidak jarang hal tersebut menjadi perdebatan yang hangat. Kaum laki-laki mengatakan dirinya mempunyai kelebihan dibanding perempuan dan begitu juga sebaliknya.

Ini sebenarnya menujukkan terlalu banyak hal yang kita tidak memahaminya secara proporsional termasuk dalam hal pembagian peran antara perempuan dan laki-laki. Dugaan ini penyebabnya karena mindset berfikir kita cenderung bias ke gender tertentu.

Bentukan mindset ini dipengaruhi oleh ideologi kapitalis yang berkuasa. Kredo utama kapitalis itu bagaimana mengumpulkan modal sebanyak-banyaknya sehingga yang berlaku adu kuat dalam segala hal.

Karena sejarah manusia dipenuhi oleh cerita konflik peperangan dimana yang yang paling banyak ambil bagian adalah laki-laki dalam beroleh kemenangan maka Laki-laki selalu disebut simbol kekuatan dan keperkasaan (lebih banyak dalam makna fisik), sementara perempuan selalu disimbolkan oleh kelembutan dan kehalusan dll.

Hal itu kemudian berpengaruh pada cara manusia memenuhi kebutuhan hidupnya. Selanjutnya hal ini berpengaruh pada orang yang mengoperasikan kapitalisme itu.

Karena pengaruh kapitalis itu maka semua orang harus menjadi kuat, perkasa dan seterusnya karena yang diyakini jika kita ingin berhasil harus memenuhi kreteria itu. Politik dan bisnis menjadi "berdarah-darah" akibat adanya rivalitas yang menghalalkan segala cara.

Lebih parah lagi karena perempuan pun terbawa dalam mindset seperti itu. Ketika perempuan melihat dirinya lebih baik dari laki-laki itulah justru itulah tanda pelombaan "kelebihan" antara laki-laki (adu "kuat"). Nah, biar tidak terjebak dalam mindset demikian maka jenis kelamin jangan/tidak boleh dipertentangkan kelebihan maupun kekurangannya.

Sesungguhnya yang demikian itu menyalahi kodrat masing-masing yang artinya menyalahi kodrat/hukum alam. Yang harus dilakukan Laki-laki maupun perempuan adalah bagaimana memperlihatkan eksistensinya dengan berkarya(dalam makna luas) dengan kualitas yang terbaik.

Read More..

2/24/2008

Tentang Acara Televisi

Banyak pemirsa yang mengkrititik sinetron-sinetron yang ditayangkan di semua stasiun TV Indonesia. Mereka pada umumnya menilai hampir semua sinetron televisi tersebut tidak memenuhi kualitas yang diharapkan pemirsa. Saya pun setuju dengan hal tersebut. Dari sisi dramatikalnya, pemainnya dan ceritanya hampir semua biasa saja.

Tetapi bukan hanya sinetron yang kualitasnya jelek. Hampir semua produk audio visual yang ditayangkan di televisi kualitasnya jelek. Tanyangan berita, musik, atau iklan rata-rata juga begitu. Misalnya Pemberitaan tentang Pak Harto yang semua kompak seakan-akan satu nada.

Begitu juga tentang berita-berita kriminal yang efeknya bisa menimbulkan kriminal baru karena tayangannya yang sangat vulgar dan detail, dll. Iklan yang bikinan rumah produksi Indonesia juga rata-rata tidak bermutu.Tampilannya hanya seputar produk, wanita cantik dan seterusnya.

Jangan tanya iklan layanan masyarakat dari pemerintah. Tayangan gambar pejabatnya justru yang lebih menonjol dari pesan yang yang ingin disampaikan.

Saya pikir lepas dari sumber daya manusia yang membuatnya, kekurangan-kekurangan tersebut juga tidak terlepas komitmen dari para pemangku kepentingan sendiri yang rendah. Dari dulu keritik seperti ini sudah sering muncul tapi mengapa masih juga di produksi tayangan-tayangan yang tidak bermutu?

Terlepas dari selera pasar, para pemangku kepentingan tersebut dituntut untuk memproduksi tayangan yang bagus dan mendidik. Karena bagaimanapun tayangan audio visual sangat mempengaruhi keadaban sebuah bangsa.

Read More..

2/21/2008

Tanggapan Putusan MA Terhadap Pengurangan Anggaran Pendidikan

KEDIRI] Putusan MK yang mengabulkan permohonan /judicial review/ UU
Sisdiknas berpotensi terjadi pengurangan anggaran pendidikan. "Meskipun
yang mengajukan judicial review itu guru, tapi justru yang diuntungkan
pemerintah bukan guru," kata anggota Komisi C DPRD Kota Kediri, Jawa
Timur, Ahmad Tsalis, Kamis seperti dilansir /Antara/.

"Berarti ini tidak berarti apa-apa bagi guru, bahkan anggaran untuk
program pendidikan malah bisa berkurang, karena lebih banyak tersedot
untuk gaji guru," kata Tsalis.

Sementara itu, Ketua Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI),
Soedjiharto di Jakarta, Kamis, mengatakan, memindahkan alokasi gaji guru
ke dalam anggaran pendidikan berdampak pendidikan akan semakin mahal.

"Dengan kata lain, pemerintah berusaha lepas tangan terhadap pembiayaan
pendidikan yang seharusnya menjadi kewajiban negara," ujarnya.

Soedijarto mengutip hasil peneli- tian Badan Perencanaan dan Pem-
bangunan Nasional (Bappenas), United Nations Development Programme
(UNDP), dan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2004.

Dalam penelitian tersebut, guna memenuhi kebutuhan pendidikan, biaya
siswa SD, SMP, SMA, prasekolah dan pendidikan lua sekolah totalnya
mencapai Rp 140,5 triliun.

Jika putusan MK tersebut menjadi rujukan Pemerintah dengan asumsi bisa
memenuhi anggaran pendidikan angka 20 persen sesuai amanat konstitusi,
belum bisa memecahkan kebutuhan pendidikan.

Untuk tahun 2008 misalnya dengan anggaran pendidikan yang tadinya hanya
Rp 48 triliun menjadi Rp 49,97 triliun setelah ditambah komponen gaji
guru (18 persen), tetap saja masih jauh dari kebutuhan rill pendidikan.

*Makna 20 Persen*

Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik Sulawesi Tengah, Salehuddin Awal,
di Palu, Kamis mengatakan angka sekurang-kurangnya 20 persen anggaran
pendidikan mestinya lebih dimaknai sebagai komitmen meningkatkan
kualitas pendidikan nasional melalui pembangunan sarana dan peningkatan
sumber daya pendidikan.

''Komitmen itu harus didasarkan pada kondisi rill pendidikan di mana
masih banyak sekolah yang rusak, anak putus sekolah, kualitas tenaga
pendidik yang perlu ditingkatkan, serta berbagai problematika pendidikan
lainnya,'' ujar Salehuddin. [W-12]
Dikutip dari suara pembaruan.

Read More..

2/18/2008

Pengrajin Rotan Kesulitan Bahan Baku


beritapalu.com - Pengrajin mebel rotan di Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), mengalami kesulitan memperoleh bahan baku mengakibatkan penurunan produksi dan omset. "Kondisi seperti sudah berlangsung setahun terakhir. Jika ini berlanjut kemungkinan besar banyak pengrajin gulung tikar," kata Ramli Amran (35), pengrajin rotan Kelurahan Ujuna, Palu, Senin.

Ramli mengatakan kebutuhan bahan baku selama ini dipasok oleh sejumlah industri pengolahan rotan mentah yang juga beroperasi di Palu, seperti PT Sunteg dan PT Loli Mas.

Sebelum krisis bahan baku, Ramli biasanya membeli sebanyak tiga sampai empat kali dalam sebulan. Sekali pembelian satu sampai dua ton. "Saat ini paling banyak dua kali pembelian bahan baku. Itupun tidak lebih dari satu ton," ujarnya.

Kurangnya pasokan rotan dari daerah penghasil seperti daerah Pantai Barat dan Kulawi di Kabupaten Donggala serta daerah Pantai Timur di Kabupaten Parigi Mouotong menjadi penyebab utama tersedia kebutuhan bahan baku untuk pengrajin di Kota Palu.

"Ini informasi yang kami peroleh dari pihak pabrik (industri pengolahan rotan)," katanya.

Hal senada diungkapkan Ny Herawati, pemilik mebel rotan UD Subur di Jalan Sungai Bongka, kelurahan Ujuna. Kesulitan memperoleh rotan membuat Herawati mengubah sistim pengupahan karyawan dari upah tetap bulanan menjadi upah kontrak sesuai produksi.

Selain itu, Herawati juga harus rajin mengunjungi pabrik-pabrik pengolahan rotan guna memperoleh bahan baku. Akibatnya terjadi penambahan biaya operasional.

"Jika tidak seperti ini, kami pasti gulung tikar," katanya.

Herawati menambahkan terbatasnya bahan baku secara otomatis menurunkan produksi hanya sekitar 20 set per bulan, sebelumnya bisa mencapai 30 set mebel rotan. "Dengan sendirinya, omset juga menurun," katanya menambahkan.

Ramli mengaku pendapatan yang diperoleh menunrun 30 - 50 persen. Saat pasokan bahan baku normal, Ramli biasanya membawa pulang sekitar Rp2 juta sebulan. "Sekarang paling tinggi satu setengah juta rupiah. Bahkan beberpa kali hanya sejuta," ujarnya.

Walikota Palu Rusdi Mastura dalam beberapa kali kesempatan menyatakan akan menjadikan daerahnya sebagai pusat perdagangan kakao dan kerajinan rotan.

Obsesi menjadikan Ibukota Sulteng ini sebagai sentra industri rotan karena produksi rotan Sulteng mencapai 200–300 ton per tahun atau sekitar 40 persen dari volume produksi rotan nasional 750 ton per tahun.

Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik Sulteng, Salehuddin Awal, menilai kesulitan bahan baku yang dialami pengrajin rotan di Palu sebuah ironi bagi daerah penghasil dan pemasok utama kebutuhan rotan nasional.

"Pemerintah daerah mesti mengevaluasi tata niaga rotan di Sulteng dengan memberi perlindungan dan jaminan bagi kesinambungan industri kecil," demikian Salehuddin.

Read More..

2/16/2008

Tentang Tuhan Yang Kita Sembah

Posting ini adalah tanggapan saya pada sebuah topik diskusi di situs facebook. Topiknya sendiri bertema konsep tentang Tuhan. Inilah tanggapan saya dengan sedikit pengembangan dan perbaikan.

Jika kita ingin menggambarkan Tuhan secara rasional , jelas dan gamblang melalui rasio ataupun perasaan kita pasti kita akan mengalami kegagalan. Kita akan terjebak pada Tuhan yang bersifat antroposentrisme. Namun sejalan dengan keingintahuan manusia pertanyaan tentang seperti apa Tuhan itu telah menyibukkan manusia sepanjang sejarahnya.

Dalam buku Sejarah Tuhan karangan Karen Amstrong terlihat bahwa konsep Tentang Tuhan itu selalu berevolusi mengikuti situasi dan kondisi pada waktu kapan manusia hidup.

Karenanya Karen Amstrong juga mempertanyakan apakah konsep kita tentang Tuhan saat ini masih relevan? Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa pembicaraan tentang Tuhan saat ini sering sekali terjebak pada antroprosentris. Tuhan yang digambarkan adalah Tuhan yang personal yakni penggambaran bahwa Tuhan itu seperti manusia yang memiliki kepribadian.

Budi munawar Rahman mendifinisikan Tuhan personal adalah penggambaran bahwa Tuhan itu seperti manusia, dalam artian memiliki pribadi. Jadi Tuhan bukan prinsip. Menurut perspektif ini, Tuhan bukan suatu yang berada di balik alam dan meliputi semuanya. Biasanya, lawan Tuhan personal adalah Tuhan yang a-personal atau impersonal.

Dalam sejarah, Tuhan yang impersonal ini banyak dibicarakan oleh para sufi. Tuhan para mistikus. Dan Armstrong mengatakan, bahwa masa depan Tuhan adalan persepsi kita tentang Tuhan. Tidak ada masa depan untuk Tuhan yang personal ini. Dia menggambarkan panjang lebar pada bab terakhir bukunya, mengenai prediksi masa depan Tuhan. Menurut dia, sejauh Tuhan masih digambarkan terlalu rasional —sebagaimana dalam teologi selama ini— selama itu pula kepercayaan kita mengenai Tuhan akan mengalami krisis dan selalu dipertanyakan kembali (Budi Munawar Rahman wawancara dengan Ulil Abshar Abdala,islamlib.com).

Padahal sejatinya Tuhan itu adalah impersonal sebagaimana banyak difahami oleh para sufi. Oleh karena itu gambaran Tuhan yang rasional pasti akan mengalami kebuntuan dan mungkin saja berujung pada atheism.

Nah, yang paling mungkin adalah menggunakan metafor ataupun analogi. Tetapi itu pun tak cukup karena dalam analogi ataupun metafor tersebut, Tuhan yang kita bicarakan itu bukanlah Tuhan yang sebenarnya, tapi Tuhan dalam konsep kita. Sedangkan konsep tentang Tuhan sangat banyak dan punya klaim kebenaran masing-masing.

Walaupun demikian, saya setuju kalau untuk memahami Tuhan dengan rasio. Karena dari awal saya sudah menganjurkan untuk memakai analogi ataupun metafor agar kita mudah mengerti .

Agama sendiri mengajarkan agar kita mempergunakan akal-akal kita. Alquran dalam banyak ayat memberikan pertanyaan retorik seperti, apakah kalian tidak berfikir, apakah kalian tidak berakal dan seterusnya.

Tetapi menggambarkan Tuhan dengan rasio yang sangat personal sungguh tidak memuaskan bagi saya. Bagaimanapun Tuhan adalah kebenaran mutlak dan selain Tuhan adalah kebenaran nisbi belaka. Rasio adalah sebuah makhluk juga karenanya bersifat nisbi yang tidak mungkin mencapai derajat kebenaran mutlak itu.

Maka pada tataran kebenaran nisbi itulah berlakunya ilmu. Sebuah ilmu yang terdiri atas berbagai teori itu sesungguhnya adalah hanya bentuk sederhana dari realitas.

Oleh sebab itu sebuah teori selalu bisa dibantah seperti gambarkan Hegel dengan tesis, anti tesis dan sintetis. Begitu pun oleh Thomas Kuhn dalam konsep lahirnya sebuah paradigma.

Dengan mengerti demikian maka memahami Tuhan harus dengan skema memahami makhluknya terlebih dahulu barulah kita bisa faham yang dinamakan Tuhan. Mustahil kita bisa memahami atau merasakan kehadiran Tuhan tanpa kita memahami makhluk ciptaannya. Kebenaran nisbi harus terus menerus didekatkan pada kebenaran mutlak.

Read More..

Ekspresi Nasionalisme


Ada perbedaan ekspresi rasa nasionalisme pada masa orde baru dan saat ini. Pada masa orba nasionalisme itu dipaksakan oleh negara. Tentu nasionalisme yang lebih banyak untuk kepentingan negara atau lebih tepatnya pemerintah yang berkuasa pada saat itu. Dengan berbagai cara dan alat negara memaksakan konsep nasionalisme ke rakyat.

Pada saat ini ekspresi nasionalime itu lebih alami. Ketika rakyat kelaparan, mereka pasti protes. Ketika mereka digusur pasti mereka teriak. Bila tiba-tiba minyak tanah hilang dari peredaran pasar pasti mereka unjuk rasa. Kita semua pasti menyatakan perang terhadap korupsi. Ini semua adalah ekspresi nasionalisme.

Aceh(Sebelum perjanjian Helsinky) dan juga Papua berjuang untuk memerdedakan diri pada subtansinya adalah bentuk bentuk lain dari perjuangan nasionalisme juga.

Sederhana saja alasannya. Berbagai macam protes, keritik ataupun mau merdeka tadi itu adalah perjuangan menuntut kesejahteraan dan keadilan yang lebih baik.

Jika rakyat berjuang untuk mencapai kesejahteraannya dan keadilan maka sebenarnya itu adalah rasa cinta tanah air, nasionalisme. Misinya adalah melenyapkan prilaku-prilaku buruk dari bangsa ini. Mereka tidak ingin bangsa ini dihegemoni oleh kekuasaan yang curang.

Cita-cita nasionalisme seperti itulah yang harus diwujudkan pada bangsa ini. Nasionalisme akan kuat jika bangsa ini setia pada komitmen untuk membangun rakyatnya. Tetapi sebaliknya akan roboh bila bangsa ini mengabaikan cita-citanya sendiri yakni mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Tuhan Yang Maha Esa.

Read More..

2/12/2008

Benarkah Indonesia adalah negara demokrasi?

Sebuah negara dikatakan demokratis apabila negara tersebut terus berproses menuju ke masyarakat demokratis. Salah satu indikasi kuat kreteria negara demokratis adalah adanya pemilihan umum yang jujur dan adil.

Seperti diakui oleh pengamat Internasional bahwa sejak tahun 1999 Indonesia sudah melaksanakan pemilu secara relatif adil dan jujur. Bahkan pada pemilu tahun 1955 pun diakui sebagai pemilu yang adil.

Masalahnya sekarang kenapa dari pelaksanaan pemilu ataupun pilkada di banyak daerah selalu diwarnai oleh keributan yang tidak jarang menjadi kerusuhan? Padahal jika kita menilik nilai-nilai demokrasi sejatinya hal tesebut justru bertentangan dengan demokrasi.

Dalam pengamatan selanjutnya ternyata Indonesia masih dalam tataran melakasanakan demokrasi pada tingkatan prosedural yaitu sesuai dengan prosedur demokratis seperti adanya pemilu, adanya lembaga-lembaga perwakilan dan seterusnya.

Indonesia belum mencapai pada pelaksanaan demokrasi yang subtansial yaitu sikap-sikap dan prilaku demokratis. Hal ini tampak bukan hanya pada masyarakat sendiri tapi juga terutama pada pemerintah.

Karena itu tidak mengherankan jika keributan pada pilkada masih mewarnai proses demokrasi Indonesia. Disamping karena tingkat rasionalitas politik masyarakat pada umumya dinilai masih rendah juga karena demokrasi subtansial belum dilaksanakan.

Kiranya hal ini mengindikasikan jalan panjang demokrasi Indonesia masih penuh dengan hambatan dan tantangan justru dari efek dari demokrasi itu sendiri.

Read More..

2/10/2008

Agama : Pilihan atau Doktrin

Agama adalah pilihan tetapi juga mengandung doktrin. Jika memilih sebuah agama yang menjadi keyakinan kita maka sebenarnya kita meyakini doktrin-doktrin dari agama tersebut. Nah sejalan dengan kemajuan cara berfikir manusia, maka saat ini segala hal menjadi sasaran pertanyaan manusia.

Pertanyaan itu ada yang bersifat meragukan dan ada pula yang pertanyaan yang justru memperkuat fondasi keyakinan sebelumnya. Dalam hal ini termasuk dengan agama dan keberagamaan.

Bila kita memakai pendekatan rasioanalisme semata maka agama menjadi meragukan karena sendi pokoknya adalah keyakinan yang bersifat gaib tanpa pernah dapat dibuktikan dengan data-data empiris.

Karena itu memahami agama harus dengan keyakinan. Seterusnya keyakinan bersifat sangat personal yang tidak mungkin dinilai atau dirasakan oleh orang selain diri kita sendiri.

Saya berpendapat adalah tidak penting untuk selalu memperdebatkan sejauh mana kebenaran agama atau keyakinan kita atau sejauh mana kesalahan agama atau keyakinan orang lain. Karena dimensi kebenaran agama itu terlalu luas karena menyakut sebuah nilai yang diyakini masing-masing.

Yang lebih penting adalah sejauh mana fungsi agama atau keyakinan masing-masing dalam relasinya dalam kehidupan manusia. Inilah pesan universal dari seluruh agama.

Read More..

2/04/2008

Wajah Demokrasi Indonesia

Ketika Indonesia berhasil menyelenggarakan Pemilu tahun1999 dengan jujur dan adil maka negara-negara didunia penganut sistem demokrasi merasa sangat gembira. Kegembiraan warga dunia dilatarbelakangi oleh kepastian beberapa perubahan fundamental dalam sistem pemerintahan Indonesia.


Pada saat itulah negeri ini disebut sebagai negara yang demokratis. Sebenarnya pemilu tahun 1955 juga disebut sebagai pemilu yang jujur dan adil namun tonggak pemilu tahun 1999 tersebut sangat dikenang sehingga terkesan dramatis karena sebelumnya dibawah penjara pemerintahan orde baru selama 32 tahun berlangsung rezim otoriterianisme yang tidak memungkinkan hal tersebut terjadi.

Perubahan-perubahan yang sangat mendasar pada sistem politik Indonesia memang menjadi kenyataan yang pada era sebelumnya kecil sekali kemungkinannya. Misalnya amandemen UUD 45. Pada saat Orde Baru, UUD 45 sangat sakti sehingga mnyerupai kitab suci yang tidak bias dirubah. Namun pada saat ini UUD tersebut telah diamanden sebanyak 5 kali.Pemilihan Presiden yang sebelumnya dipilih oleh MPR yang kebanyakan diangkat sekarang dipilih secara langsung oleh rakyat. Begitupun Pilkada Gubernur, walikota, bupati telah dipilih secara langsung dimana sebelumnya tidak dimungkinkan konstitusi.

Kebebasan dalam menyuarakan aspirasi juga telah dijamin undang-undang. Demonstrasi terjadi tiap hari dari semua elemen masyarakat. Pers sangat bebas karena tidak dihantui lagi oleh pemberedelan. Semua itu dapat menjustifikasi bahwa negara ini sudah demokratis.

Pertanyaannya adalah setelah sepuluh tahun masa demokratis tersebut, adakah manfaat langsung yang dirasakan untuk peningkatan kemakmuran, kesejahteraan rakyat ataupun ketertiban politik saat ini?

Sepuluh tahun hidup dalam buaian demokrasi, ternyata masih banyak menyisakan setumpuk masalah. Keritikan bahwa saat ini kehidupan rakyat tak kunjung membaik adalah sebuah hal nyata. Pertarungan kekuasaan pada semua jenjangnya selalu diliputi kekerasaan yang berdarah-darah. Menguatnya sentimen kelompok yang disebabkan oleh munculnya identitas primordialisme sempit juga semakin menggejala. Penggusuran rakyat kecil oleh jaringan bisnis besar masih terjadi. Penegakan hukum masih diskriminatif dan seterusnya.

Karena itu banyak juga orang yang pesimis melihat eksperimen demokrasi yang sedang berlangsung saat ini. Bahkan tidak jarang menuduh bahwa demokrasi telah dibajak oleh elite yang dipakai sebagai kendaraan untuk kepentingannya sendiri. Akibatnya demokrasi dalam pandangan kaum pesimis mempunyai cacat bawaan. Demokrasi hanya melahirkan kesengsaraan dan penderitaan.

Mungkin hal ini pula yang ada dalam benak wakil presiden Yusuf Kalla tatkala menyebut bahwa demokrasi hanyalah alat bukan tujuan unutk mencapai kesejahteraan.Asumsi Yusuf Kalla bahwa bisa saja demokrasi dinomorduakan karena ia hanya berfungsi sebagai intrumen untuk mencapai tujuan negara.

Namun pada saat yang bersamaan tetapi dalam pandangan yang lebih positif ditemukan sejumlah kemajuan meskipun masih diwarnai dengan beberapa catatan. Misalnya pembangunan politik. Pada tingkat kelembagaan mengalami kemajuan namun tidak dalam budaya politik sehingga masih belum sepenuhnya terlihat kemajuan secara subtansial.
Begitupun dengan ekonomi. Pada level makro terjadi pertumbuhan sekitar enam persen pada 2007. Namun disisi lain pada kondisi riil sebagian besar rakyat tidak menikmati pertumbuhan tersebut. Masih ditemukan kelaparan, kekurangan gizi bahkan berbagai penyakit dimana sebagaian besar penderitanya adalah rakyat kecil.

Karena itu betapun Indonesia sudah menganut sitem pemerintahan demokratis namun efek dari dari demokrasi tersebut seharusnya juga dirasakan secara langsung oleh rakyat. Jika demokrasi telah dipilih seharusnya memberikan efek berlipat ganda pada tingkat kesejahteraan rakyat karena demokrasi diasumsikan sebagai sistem politik yang paling baik saat ini dimana rakyat dalam setiap aktivitas pembangunan telah terlibat secara partisipatif. Peluang tersebut seharusnya tidak disia-siakan. Wallahu A’lam.

Read More..

GOVT URGED NOT TO BE TOO HASTY IN DECLARING SOEHARTO NATIONAL HERO

Palu, C Sulawesi, Jan 31 (ANTARA) - Director of the Public Policy Study Center (PSKP) of Central Sulawesi Salehuddin Awal urged the government not to be too hasty in awarding the Hero title on late President Soeharto.
According to Salehuddin, the government needed to conduct a thorough study on all aspects and accommodate all the people's aspirations before awarding the title to Soeharto.


"Not only group aspirations, most important is reference to relevant regulations," he said in Palu Thursday.

Salehuddin that the government has been constantly inconsistent toward Soeharto who had ruled the country for 32 years, before as well as after his death.

When Soeharto was a most critical condition, there was a discourse on efforts to settle civil cases out-of-court such as relating to the "supersemar" funds, by payments of fine to the state.

This indicated the government believed that Soeharto has committed something in the past which had eventually inflicted great losses to the state. "This is merely a civil case," he said.

After the death of Soeharto, he added, the government appeared to be inclined to award him a Hero title as proposed by Golkar party.

However, Salehuddin admitted Soeharto had made meritorious contributions to the nation when he was in power such as building the country into a nation self sufficient in food, in the development of education and the economy. But democracy, law enforcement and human rights were often ignored. Hence, a comprehensive study is badly needed before awarding Soeharto a Hero title, Salahuddin said.

Earlier, State Secretary Hatta Radjasa said candidates for the Hero title had to be proposed by each province through their governors or provincial administrations.

Names had to be submitted to a Hero Assessment Body overseen by the Social Welfare Ministry. "This agency includes historians and scholars," he said.

This agency will discuss the proposed figures whether or not they really deserve a Hero title before the selected names are submitted to the House of Representatives.

The House then further discussed the selected figures before submitting them to the President. "The president usually announces the heroes on national heroes day", said Hatta who refused to comment on Soeharto's case.

Read More..

  © Blogger template 'Perhentian' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP